Makalah Teknologi Pengawetan Makanan
BAB I
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dan pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak asasi setiap insan, sehingga Pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pangan secara cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi dan beragam dengan harga yang terkangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk itu perlu sebuah sistem kemananan pangan yang memberikan perlindungan bagi pihak produsen (Petani) maupun konsumen (Masyarakat).
Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan
perlu memperhatikan ketentuan mengenai mutu dan gizi pangan yang ditetapkan.
Produk pangan wajib diperiksa di laboratorium sebelum diedarkan dan selama
dalam peredaran wajib untuk dikontrol secara periodik.
Keamanan pangan merupakan syarat penting untuk siap
dikonsumsi. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah
tangga atau industri pengan. Oleh karena itu industri pangan merupakan salah
satu faktor penentu beredarnya pangan yang mempunyai standar mutu dan kemanan
yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Pengawetan makanan adalah
proses perlakuan pada makanan untuk menghentikan atau mengurangi kerusakan pada
makanan seperti berkurangnya kualitas dan nutrisi yang terkandung di dalamnya.
Pengawetan makanan biasanya terkait dengan penghambatan pertumbuhan bakteri,
jamur dan mikroorganisme lainnya. Banyak metode atau teknik pengawetan makanan
seperti pasteurisasi, pengeringan, pendinginan, pengalengan, pemvakuman,
radiasi, pemberian medan listrik, kimiawi, dan lain-lain.
Pangan adalah bahan yang dimakan untuk memenuhi keperluan
hidup untuk tumbuh, bekerja dan perbaikan jaringan. Bahan pangan dapat
digolongkan menjadi dua yaitu hewani dan nabati. Bahan pangan nabati
relatif lebih tahan lama waktu simpannya
daripada hewani. Namun semua bahan pangan sangat rentan terhadap kerusakan baik
dari dalam maupun luar bahan, baik dalam penanganan, pengolahan atau proses penyimpanannya. Bahan
pangan setelah dipanen secara fisiologis
masih hidup dan proses ini berlangsung terus sampai terjadi pembusukan.
Upaya untuk memperlambat proses fisiologis ini akan memperlambat proses
pembusukan, biasanya disebut pengawetan.
Kerusakan bahan pertanian tergantung dari jenisnya, dapat
berlangsung secara lambat misalnya biji-bijian atau kacang-kacangan, namun
dapat pula berlangsung secara cepat misalnya susu. Bahan pangan yang berasal
dari nabati maupun hewani digolongkan sebagai bahan biologis, yaitu bahan-bahan
yang mengandung komponen-komponen organik berupa karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, zar warna dan enzym-enzym. Variasi dalam komposisi komponen ini sangat
menentukan sifat-sifat spesifik bahan hasil pertanian. Faktor-faktor penyebab
kerusakan pangan antara lain
- Faktor biologis meliputi bakteri, ragi, kapang, serangga, tikus baik secara sendiri-sendiri atau bekerja sama bisa menimbulkan kerusakan bahan pangan.
- Faktor lingkungan yang dapat sebagai penyebab kerusakan pangan meliputi cahaya dan oksigen.
- lamanya penyimpanan
Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu :
·
Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis)
bahan pangan
·
Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh
faktor lingkungan termasuk serangan hama
·
Mencegah atau memperlambat kerusakan
mikrobial. Bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet juga diharapkan dapat
mengganggu kondisi optimal pertumbuhan mikroba. Ditinjau
secara kimiawi, pertumbuhan mikroba yang paling rawan adalah keseimbangan elektrolit pada
sistem metabolismenya. Karena itu bahan kimia yang
digunakan untuk antimikroba yang efektif biasanya digunakan
asam-asam organik. Cara yang
dapat ditempuh untuk mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial adalah :
1. mencegah
masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis)
2. mengeluarkan
mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi
3. menghambat
pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu
rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau
penggunaan pengawet kimia
4. membunuh
mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Teknologi Pengawetan MakanAn
A. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air suatu bahan pangan dengan atau tanpa bantuan energi
panas. Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan,
yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan
dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya
berupa panas.
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan
sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang
dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Biasanya kandungan
air bahan pangan dikurangi sampai batas tertentu dimana mikroorganisme tidak
dapat tumbuh lagi pada bahan pangan tersbut. Keuntungan pengeringan adalah
bahan pangan menjadi lebih awet dan volume bahan pangan menjadi lebih kecil, sehingga
mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan
dan pengepakan, berat bahan menjadi kurang dan mempermudah tranport.
Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke
udara karena perbedaan kandungan air antara udara dengan bahan yang dikeringkan.
Dalam hal ini kandungan uap air udara lebih kecil atau udara mempunyai
kelembaban nisbi yang relatif rendah sehingga terjadi penguapan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2
golongan, yaitu: Faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk
dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering,
dan kelembaban udara. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk
dalam golongan ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial
dalam bahan. Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada
umumnya mengandung kadar air.
Pada umumnya pemilihan
tipe pengering ditentukan oleh jenis komoditas yang akan dikeringkan, bentuk
akhir produk yang dikehendaki, faktor ekonomis dan kondisi jenis alat. Macam
alat pengering tersebut antara lain spray drying, cabinet drier, continuous drier,
drum drier dsb.
B.
Pendinginan
Penyimpanan bahan pangan
pada suhu dingin sangat diperlukan walaupun dalam waktu yang singkat karena
bertujuan untuk:
- mengurangi kontaminasi
- mengendalikan kerusakan oleh mikroba
- mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, kerusakan bahan pangan selama penyimpanan dapat diperkecil dalam bentuk belum dipotong-potong.
Mikroba psikrofilik tumbuh
sampai suhu pembekuan air 0 0C atau dibawahnya dan pertumbuhan akan
melambat pada suhu – 10 0C. Apabila air dalam bahan pangan telah sempurna
membeku maka mikroba tidak dapat berkembang biak. Tetapi pada beberapa bahan
pangan sebagian air belum membeku sampai suhu -9,50C, hal ini
disebabkan adanya kandungan gula, garam atau zat-zat lainnya yang menurunkan
titik beku. Meskipun suhu pendinginan dapat menghambat pertumbuhan atau
aktivitas mikroba, namun tidak dapat digunakan untuk membunuh bakteri.
Hasil pertanian khususnya
buah-buahan dan sayur-sayuran tropis sensitif terhadap pendinginan. Penyimpanan
pada suhu rendah akan menyebabkan kerusakan bahan pangan yang disebut chilling
injury. Pembekuan yang dilakukan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran
menyebabkan bahan menjadi lunak, jika bahan pangan dikeluarkan dari tempat
pembekuan. Hal ini disebabkan karena di luar bahan pangan akan mengalami
pencairan dari air yang telah membeku, sehingga tekstur yang keras menjadi
lunak.
Pengaruh pendinginan
terhadap bahan pangan diantaranya penurunan suhu akan mengakibatkan penurunan
proses kimia, proses mikrobiologi, proses biokimia yang berhubungan dengan
kerusakan atau pembusukan. Pada suhu dibawah 00C air akan membeku
dan terpisah dari larutan membentuk es. Pengaruh pembekuan pada jaringan
tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Pengaruh pembekuan pada suhu -120C
belum dapat diketahui secara pasti, oleh sebab itu penyimpanan makanan beku
pada suhu dibawah 180C akan mencegah kerusakan mikrobiologis.
Produk beku
harus disimpan dalam mesin pendingin (-18C atau lebih rendah) selama periode
penanganan untuk menghindari penyusutan kualitas, oksidasi yang berlebihan dan
pembentukan bahaya food safety. Ketika terjadi gangguan dalam rantai, penurunan
kualitas produk, kenaikan pembusukan sehingga menurunkan keuntungan semua
perusahaan yang ada dalam rantai.
C. Pembekuan
Pembekuan memberikan berbagai manfaat dalam
penyimpanan produk pangan terutama bagi industri pangan, misalnya untuk
menghambat penurunan kadar nutrisi, menghambat pertumbuhan mikroorganisme
perusak pangan dan bahkan pada beberapa produk pangan memberikan manfaat
organoleptik (rasa pangan yang lebih enak). Kebutuhan pembekuan ini juga sangat
dirasakan pada pengiriman dan transportasi produk-produk pangan dari produsen
ke tangan konsumen.
Pada umumnya
pembekuan produk pangan menggunakan teknologi pembekuan (refrigerant)
konvensional berbahan pendingin amonia atau di masa lalu menggunakan freon-CFC
(chloroflurocarbon) yang ternyata terbukti menjadi gas-gas penyebab kerusakan
ozon. Teknologi pembekuan seperti ini juga telah ditemukan memiliki kelemahan
karena tingkat pendinginan yang kurang rendah suhunya dan relatif tidak stabil
sehingga tidak menjamin keawetan produk pangan yang dibekukan. Pada penggunaan
ammonia sebagai bahan pendingin, suhu terdingin yang dapat dicapai untuk
refrigeran produk pangan yaitu antara -1 derajat Celsius sampai dengan -46
derajat Celsius.
D. Iradiasi
Iradiasi merupakan penggunaan energi buatan untuk
mempengaruhi atau mengubah sebagian keseimbangan materi dengan tujuan tertentu.
Tujuan iradiasi adalah untuk pengawetan, membantu proses pengolahan dan
penelitian tentang mekanisme perubahan atau struktur senyawa bahan pangan.
Kelebihan dan keuntungan
iradiasi adalah:
- mutu bahan pangan yang meliputi warna, struktur, rasa, aroma dan vitamin tidak berbahaya bagi kesehatan konsumen.
- Bahan tetap dalam keadaan segar
- Kenaikan suhu bahan yang disterilkan tidak melebihi 40C
- Dapat ditempatkan dalam wadah atau kaleng
E.
Asam
Mikroba sensitif terhadap asam karena dapat menyebabkan
denaturasi protein bakteri. Asam yang dihasilkan oleh salah satu mikroba selama
fermentasi biasanya akan menghambat perkembangbiakan mikroba lainnya. Oleh
karena itu fermentasi dapat digunakan untuk mengawetkan bahan pangan dengan
cara melawan bakteri proteolitik atau bakteri pembusuk lainnya.
Asam dalam bahan pangan
dapat dihasilkan dengan menambahkan kultur pembentuk asam, atau menambahkan
langsung asam sitrat atau asam fosfat. Beberapa makanan seperti tomat, air
jeruk dan apel mengandung asam yang masing-masing mempunyai pengaruh yang
berbeda-beda sebagai bahan pengawet. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan derajat
keasaman (pH). Asam yang dikombinasikan dengan panas akan menyebabkan panas
tersebut lebih efektif terhadap mikroba. Karena pH berperan terhadap daya
hambat pertumbuhan mikroba pembusuk, maka dibagi menurut tingkat keasamannya:
- bahan pangan berasam rendah (pH tinggi) dengan pH di atas 4,5
- bahan pangan asam mempunyai pH 4,0-4,5
- bahan pangan berasam tinggi (pH rendah) mempunyai pH dibawah 4,0
Mikroba berspora umumnya tidak dapat hidup dan berkembang
biak pada pH lebih rendah dari 4,0 dan mikroba berspora seperti Clostridium botulinum tidak dapat hidup
pada pH lebih rendah dari 4,6.
Asam yang biasa digunakan untuk pengawet antara lain:
- benzoat (dalam bentuk asam, garam kalium atau natrium benzoat), yaitu bahan yang digunakan untuk mengawetkan minuman ringan dan kecap (600 mg/kg) serta sari buah, saus tomat, saus sambal, jem, jelly, manisan, agar dan makanan lain ( 1 g / kg).
- Propionat (dalam bentuk asam, garam kalium atau natrium propionat) yaitu bahan pengawet untuk roti ( 2 g / kg ) dan keju olahan ( 3 g / kg ).
- Nitrit dan nitrat (dalam bentuk garam natrium atau kalium nitrit dan nitrat) yaitu bahan pengawet untuk daging olahan seperti sosis ( 125 mg nitrit/kg atau 500 mg nitrat/kg), corned dalam kaleng ( 50 mg nitrit/kg) atau keju (50 mg nitrat/kg)
- Sorbat (dalam bentuk garam kalium atau kalsium sorbat) yaitu bahan pengawet untuk margarin, pekatan sari buah dan keju ( 1 g/kg).
- Sulfit (dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit atau metabisulfit) yaitu bahan pengawet untuk potongan kentang goreng (500 mg/kg), udang beku (100 mg/kg) dan pekatan sari nenas (500 mg/kg).
F.
Gula
Gula tidak hanya digunakan
dalam makanan karena rasanya yang manis, tetapi juga karena hasil reaksi yang
terjadi selama pemanasan; berupa karamel dan produk Maillard. Karamel diperoleh dari
pemanasan gula secara langsung tanpa adanya bahan tambahan ataupun air. Karamel
yang dihasilkan berwarna coklat hingga hitam dan memiliki rasa yang lezat.
Produk Maillard
dihasilkan dari pemanasan gula dan protein. Ini merupakan reaksi
yang sangat kompleks, menghasilkan berbagai cita rasa yang khas seperti flavor roti,
cookies,
popcorn,
daging goreng, dll.
Gula dapat mengikat air secara efisien. Oleh karenanya
penambahan gula ke dalam sebuah produk akan memberikan efek pengawetan karena
air tidak lagi tersedia untuk pertumbuhan organisme pembusuk. Pengawetan
buah-buahan ataupun produk-produk lainnya dengan gula (seperti selai) atau madu
telah dipraktekkan selama lebih dari 2000 tahun.
Gula merupakan bagian dasar yang penting pada berbagai
makanan olahan. Permen tanpa gula akan kehilangan volumenya hingga 60%,
sedangkan berbagai jenis cake akan kehilangan 15-30%
volumenya tanpa adanya gula.
G.
Garam
Garam dapur (NaCl) banya digunakan dalam industri pangan.
Garam dengan konsentrasi rendah berfungsi sebagai pembentuk cita rasa,
sedangkan dalam konsentrasi cukup tinggi mampu berperan sebagai pengawet. Garam
akan terionisasi dan menarik sejumlah molekul air, peristiwa ini disebut
hidrasi ion. Jika konsentrasi garam makin besar, maka makin banyak ion hidrat
dan molekul air terjerat, sehingga menyebabkan Aw bahan pangan menurun.
Aktivitas garam dalam menarik air ini erat kaitannya dengan peristiwa
plasmolisis, dimana air akan bergerak dari konsentrasi garam rendah ke
konsentrasi garam tinggi karena adanya perbedaan tekanan osmosis.
Efek pengawetan garam (NaCl) karena kekuatan ion Cl
sebagai pengawet, reaksi oksidasi reduksi dan reaksi enzymatis. Kelarutan Na Cl
dalam air menyebabkan kelarutan O2 dalam air menurun, menyebabkan
denaturasi protein sehingga aktifitas enzym berkurang. Pemberian garam sebanyak 3% pada proses
perendaman akan berpengaruh terhadap jaringan buah-buahan. Garam berperan
sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Selain itu
juga berfungsi untuk menghilangkan getah, memperbaiki rasa dan mengurangi daya
larut oksigen dalam air, sehingga buah akan nampak selalu segar.
Efek dari garam sebagai pengawet adalah sifat osmotiknya
yang tinggi sehingga memecahkan membaran sel mikroba, sifat hidroskopisnya
menghambat aktifitas enzym proteolitik dan adanya ion Cl yang terdisosiasi.
Bila mikroorganisme ditempatkan dalam larutan garam pekat (30-40%), maka air
dalam sel akan keluar secara osmosis dan sel mengalami plasmolisis serta akan
terhambat dalam perkembangbiakannya.
Mikroorganisme memiliki
toleransi yang berbeda-beda terhadap tekanan osmosis larutan gula atau garam.
Ragi dan kapang lebih toleran daripada bakteri, sehingga ragi dan kapang sering
ditemukan diatas makanan yang mempunyai kadar gula dan garam tinggi dimana
bakteri akan terhambat pertumbuhannya, misalnya pada manisan buah-buahan, ikan
asin atau dendeng.
H.
Fermentasi
Fermentasi adalah salah satu proses
pengawetan makanan yang mengandalkan proses bioteknologi, yaitu pengaruh
ragi/kamir , mikroba dan kapang yang merubah sifat-sifat asli pangan sehingga
tidak mudah rusak (lebih awet), mengubah sifat-sifat yang tidak diinginkan pada
bahan mentah pangan sehingga rasa pangan menjadi lebih nikmat, meningkatkan
nilai gizi pangan dan memberikan kemanan pada produk. Contohnya
: pembuatan terasi udang, oncom, tempe , tape ketan, tape singkong dan tauco.
I.
Penyimpanan
Semua bahan pangan mudah
rusak dalam jangka waktu penyimpanan tertentu, sehingga perlu adanya pengemasan
untuk membatasi antara bahan pangan dan keadaan normal sekelilingnya guna
menunda proses kerusakan. Pengemasan merupakan salah satu cara preservasi bahan
pangan yang tidak dapat diabaikan. Fungsi utama pengemasan adalah untuk
melindungi bahan pangan terhadap kerusakan yagn terlalu cepat dan untuk menampulkan
produk yang menarik. Pengemasan tidak memperbaiki kualitas, hanya
mempertahankan atau memperlambat kerusakan produk selama penyimpanan. Bahan
yang digunakan dalam proses produksi, baik bahan baku, bahan tambahan maupun
bahan penolong harus disimpan dengan baik agar tidak terjadi penurunan mutu dan
terjamin keamanan pangan. Penyimpanan yang tepat bertujuan untuk:
- memudahkan produsen dalam mengambil dan menggunakan bahan
- mempertahankan mutu dan keamanan pangan
- mencegah tercemarnya pangan oleh bahan lain yang berbahaya
- mencegah terlukanya bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang digunakan.
Cara penyimpanan bahan pangan yang baik sebagai berikut:
- bahan pangan masing-masing disimpan terpisah satu sama lain dalam ruangan yang bersih, bebas hama, cukup penerangan, t erjamin aliran udaranya dan pada suhu yang sesuai.
- Penyimpanan bahan baku sebaiknya dilakukan pada suhu sbb:
Jenis Bahan Mentah
|
< 3 hari
|
> 3 hari–1 mg
|
> 1 minggu
|
Daging, ikan, udang
|
-5 – 0 0C
|
-10 – -5 0C
|
< -10 0C
|
Telur dan susu
|
5 – 70 0C
|
-5 – 0 0C
|
< -5 0C
|
Sayur, buah dan minuman
|
10 0C
|
10 0C
|
10 0C
|
Tepung, gula dan bahan
kering lain
|
25 0C
|
25 0C
|
25 0C
|
- penyimpanan bahan tambahan pangan dilakukan sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam label
- untuk mencegah timbulnya sarang hama, cara penyimpanan bahan mentah sebaiknya tidak langsung menyentuh lantai dan tidak menempel pada dinding serta jauh dari langit-langit.
- Bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan produk akhir diberi tanda dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga jelas dibedakan yang memenuhi syarat dengan yang tidak, bahan yang lebih dulu masuk digunakan lebih dahulu, produk akhir yang lebih dahulu diproduksi diedarkan terlebih dahulu.
- Semua bahan disimpan dalam sistem kartu yang menyebutkan nama bahan, tanggal penerimaan, asal bahan, jumlah penerimaan di gudang, tanggal dan pengeluaran dari gudang, jumlah pengeluaran dari gudang, sisa akhir dalam kemasan, tanggal pemeriksaan, hasil pemeriksaan.
- Produk akhir sebaiknya juga disimpan dengan sistem kartu dengan menyebutkan: nama produk, tanggal produksi, kode produksi, tanggal penerimaan di ruang penyimpanan, jumlah penerimaan di ruang penyimpanan, tanggal pengeluaran dari ruang penyimpanan, jumlah pengeluaran dari ruang penyimpanan, sisa akhir, tanggal pemeriksaan dan hasil pemeriksaan.
- Dalam penyimpanan bahan berbahaya seperti insektisida, pestisida, rodentisida, dewsinfektan, bahan yang mudah meledak harus disimpan dalam ruangan tersendiri dan diawasi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan atau mencemari bahan baku dan tidak membahayakan karyawan.
- Wadah dan pembungkus disimpan secara rapi, di tempat yang bersih dan terlindung dari pencemaran supaya dalam penggunaannya tidak mencemari makanan.
- Label disimpan secara rapi dan teratur sedemikian rupa supaya tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya.
- Peralatan produksi yang telah dibersihkan dan dikenakan tindakan sanitasi dan belum akan digunakan untuk produksi sebaiknya disimpan sedemikian rupa, misalnya dengan permukaan menghadap ke bawah supaya terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanto, yuli. 2013
Pengawetan pangan. http://dataiptek.blogspot.com/2013/02/Pengawetan-Pangan.html
Mohammad Ridwan. 1983. Pemanfaatan
Teknologi Radiasi Untuk Pengawetan Makanan. Risalah Seminar Nasional Pengawetan Makanan
Dengan Iradiasi, Jakarta, 6 - 8 Juni 1983
PIPIMM.
Pedoman Konsumen Mengenai Pangan dan Keamanan Pangan. Jakarta : PIPIMM