KECERDASAN EMOSIONAL
1. Pengertian emosi
Kata
emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh.
Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak
dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu
perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan
untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar
dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan
suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih
mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi
berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi
merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat
merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat
mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995)
Beberapa tokoh mengemukakan tentang
macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas
: Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love
(cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam
emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan
beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu
:
a. Amarah :
beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b. Kesedihan :
pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri,
putus asa
c. Rasa takut :
cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang,
ngeri
d. Kenikmatan :
bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
e. Cinta :
penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,
hormat, kemesraan, kasih
f. Terkejut : terkesiap, terkejut
g. Jengkel :
hina, jijik, muak, mual, tidak suka
h. malu :
malu hati, kesal
Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa
semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi
berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau
bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Dalam the Nicomachea Ethics
pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup
yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan
kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan;
nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu
dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi.
Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan
mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2002 :
xvi).
Menurut
Mayer (Goleman, 2002 : 65) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam
menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam
permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap
individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan
tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.
Berdasarkan
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek)
yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus,
baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.
2. Pengertian kecerdasan emosional
Istilah
“kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog
Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New
Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting
bagi keberhasilan.
Salovey
dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ
sebagai :
“himpunan
bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan
sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan
menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.” (Shapiro,
1998:8).
Kecerdasan
emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat
berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada
masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.
Keterampilan
EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya
berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia
nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro,
1998-10).
Sebuah model pelopor lain yentang kecerdasan
emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel,
yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi,
emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam
mengatasi tututan dan tekanan lingkungan
(Goleman, 2000 :180).
Gardner
dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Goleman, 2000 : 50-53)
mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting
untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang
lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial,
kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan
oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional.
Menurut
Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan antar pribadi yaitu
kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana
mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan. Sedangkan
kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke
dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri
sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan
modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.” (Goleman,
2002 : 52).
Dalam
rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar pribadi itu
mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati,
temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.” Dalam kecerdasan antar pribadi
yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan “akses menuju
perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan
perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”.
(Goleman, 2002 : 53).
Berdasarkan
kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey (Goleman, 200:57)
memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan
sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu.
Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali
emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang
lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang
lain.
Menurut
Goleman (2002 : 512), kecerdasan
emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan
inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga
keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and
its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri,
motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Dalam
penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan siswa
untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan
(kerjasama) dengan orang lain.
3. Faktor Kecerdasan Emosional
Goleman
mengutip Salovey (2002:58-59) menempatkan menempatkan kecerdasan pribadi
Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya
dan memperluas kemapuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :
a.
Mengenali Emosi Diri
Mengenali
emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu
perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional,
para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni
kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer (Goleman, 2002 : 64)
kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang
suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam
aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin
penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk
mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
b.
Mengelola Emosi
Mengelola
emosi merupakan kemampuan individu dalam
menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras,
sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang
merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi
berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak
kestabilan kita (Goleman, 2002 : 77-78). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk
menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan
dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari
perasaan-perasaan yang menekan.
c.
Memotivasi Diri Sendiri
Presatasi
harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti
memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan
dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu
antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.
d.
Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan
untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman (2002
:57) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan
kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu
menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa
yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang
lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan
orang lain.
Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu
menyesuiakan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah beraul, dan
lebih peka (Goleman, 2002 : 136). Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa
anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan
terus menerus merasa frustasi (Goleman, 2002 : 172). Seseorang yang mampu
membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin
mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya
sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang
lain.
e.
Membina Hubungan
Kemampuan
dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas,
kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002 : 59). Keterampilan
dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina
hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit
juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.
Orang-orang
yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang
apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar
pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman
yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002 :59). Ramah
tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk
positif bagaimana siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauhmana
kepribadian siswa berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang
dilakukannya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis
mengambil komponen-komponen utama dan prinsip-prinsip dasar dari kecerdasan
emosional sebagai faktor untuk mengembangkan instrumen
kecerdasan emosional