CONTOH MAKALAH PENGERTIAN BERMAIN|MANFAAT BERMAIN DAN JENIS JENIS BERMAIN | BERMAIN DAN BELAJAR KREATIF


 BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar belakang masalah
Pentingnya bermain bagi kepribadian telah diakui secara universal, karena merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, baik bagi anak maupun orang dewasa. Hal ini diperkuat oleh Smith, 1995 dalam Tedjasputra, 2003 bahwa melalui bermain, anak akan belajar mengenai banyak hal dan melalui bermain keterampilan anak-anak akan berkembang, yaitu dalam asfek fisik, motorik, kognitif, social serta emosinya. Ahli-ahli filsafat, seperti Plato dan Aristoteles, serta ahli-ahli pendidikan, seperti Comenius, Rousseau, Pestalozi dan Froebel menekankan pentingnya bermain sebagai kegiatan alamiah pada masa kanak-kanak dan sebagai alat untuk belajar. Mengapa demikian? Karena melalui bermain anak-anak dapat merangsang penginderaan mereka, belajar bagaimana menggunakan otot-otot tubuhnya, mengkoordinasikan penglihatan dengan gerakannya, meguasai tubuhnya dan memperoleh keterampilan baru.
Namun, dengan mempertimbangkan pengakuan universal dan pentingya bermain, tampaknya sungguh paradoksal bahwa masih ada yang sering mempertanyakan atau memerlukan pembenaran mengenai pentingnya bermain bagi seorang anak. Sementara anak tidak perlu membuktikan mengapa ia perlu bernafas atau makan, kebutuhannya akan bergerak dan bermain sering dipertanyakan oleh orang dewasa yang percaya bahwa belajar atau berkembang merupakan suatu transformasi yang tidak ada kaitannya dengan bermain. Kontroversi mengenai pentingnya bermain atau peranan khusus bermain dapat timbul disebabkan oleh cara-cara yang berbeda dalam mengartikannya. Apakah sebetulnya bermain itu?
   
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
  1. Pengertian bermain, manfaat bermain dan jenis-jenis bermain
  2. Bagaimana cara bermain dan belajar kreatif?
  3. Peran serta pendidik dalam permainan anak
  4. Bagaimana menyediakan fasilitas yang tepat untuk bermain

C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Bimbingan Tugas Akhir” adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para orang tua tentang pentingnya bermain dan manfaat bermain pada anak. Selain itu dengan adanya makalah ini diharapkan dengan mengetahui serta memahami segala suatu yang berhubungan dengan bermain maka para guruTK mampu menerapkan di lapangan atau pada saat mengajar anak-anak yang mengikuti program di TK. Proses pembelajaran yang dilakukan sambil bermain dan terarah akan memberikan hasil yang optimal dalam perkembangan anak sehingga tidak ada lagi keluhan bahwa anak TK sudah dibebani kegiatan belajar yang tidak proposional.



BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN


A. Pengertian bermain, manfaat bermain dan jenis-jenis bermain
Beberapa ahli psikologi dan sosiologi mengemukakan pandangan mereka sebagai berikut :
  1. Anak mempunyai energi berlebih karena terbebas dari segala macam tekanan, baik tekanan ekonomi maupun sosial, sehingga ia mengungkapkan energinya dalam bermain (Schiller dan Spencer)
  2. Melalui kegiatan bermain, seorang anak menyiapkan diri untuk hidupnya kelak jika telah dewasa. Misalnya, dengan bermain peran secara tidak sadar ia menyiapkan diri untuk peran atau pekerjaannya di masa depan (Karl Gross)
  3. Melalui bermain, anak melewati tahap-tahap perkembangan yang sama dari perkembangan sejarah umat manusia (Teori Rekapitulasi ). Kegiatan-kegiatan seperti lari, melempar, memanjat dan melompat, merupakan bagian dari kehidupan sehari-haridari generasi ke generasi (Stanley Hall )
  4. Anak bermain (berekreasi) untuk membangun kembali energi yang telah hilang. Bermain merupakan medium untuk menyegarkan badan kembali (revitalisasi) setelah bekerja berjam-jam (Lazarus)
  5. Melalui kegiatan bermain, anak memuaskan keinginan-keinginannya yang terpendam atau tertekan. Dengan bermain anak seperti mencari kompensasi untuk apa yang tidak ia peroleh dalam kehidupan nyata, untuk keinginan-keinginan yang tidak mendapat pemuasan (Mazhab Psikoanalisis)
  6. Bermain juga memungkinkan anak melepaskan perasaan-perasaan dan emosi-emosinya, yang dalam realitas tidak dapat diungkapkannya.
  7. Kepribadian terus berkembang dan untuk pertumbuhan yang normal, perlu ada rangsangan (stimulus) dan bermain memberikan stimulus ini untuk pertumbuhan (Appleton)
Dari berbagai pandangan ini dapat disimpulkan bahwa pada umumnya para pakar sepakat bahwa bermain merupakan suatu aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh baik fisik, intelektual, social, moral dan emosional.
Bermain sangat digemari oleh anak-anak pada masa prasekolah dan pada umumnya sebagian besar waktu mereka digunakan untuk bermain. Para ilmuwan telah melakukan berbagai penelitian dan diperoleh temuan bahwa bermain mempunyai manfaat besar bagi perkembangan anak, baik dalam fisik, motorik, kognitif, bahasa dan sosial serta emosional. Mainan atau bermain tertentu secara bersamaan memiliki berbagai manfaat, jadi tidak hanya mempunyai manfaat tunggal saja.
1.      Manfaat Bermain dalam Perkembangan Fisik
            Salah satu ciri dari anak usia pra sekolah adalah seneng bergerak, dan secara fisik ia aktif seklai untuk beraktivitas. Melalui bermain maka ia dapat menyalurkan energi tubuhnya yang sedang senang bergerak sehingga ia pun memperoleh kepuasan dan tidak merasa dirinya dikekang. Dengan bergerak naik-turun tangga, berlarian di sekitar ruangan, jumpalitan, melompat, meloncat, meniti, bermain perosotan, bermain ayunan dan seterusnya maka otot-otot tubuhnya pun menjadi kuat dan tubuhnya menjadi sehat.
            Ada manfaat ganda yang diperoleh anak dari kegiatan fisik semacam ini, ia akan merasa lebih percaya diri karena mampu melakukan berbagai gerakan dan memudahkannya untuk berbaur dengan sesama anak. Batas dirinya dengan orang lain akan hilang karena anak-anak ini melakukan kegiatan yang menyenangkan, ia lupa bahwa anak yang baru dijumpainya di lokasi bermain adalah orang asing. Mereka akan tertawa bersama sambil bermain dan pertemanan pun akan berlanjut. Guru pun dapat memanfaatkan situasi ini sebagai upaya dalam melakukan pendekatan terhadap anak, maka sangatlah bijaksana bila guru mampu memahami kebutuhan anak-anak ini untuk bergerak bebas, apalagi setelah berjam-jam mereka harus duduk mengerjakan tugas di dalam kelas.
2.      Manfaat Bermain dalam Perkembangan Motorik
            Sumbangan bermain terhadap perkembangan motorik, baik motorik kasar maupun motorik halus sudah sangat jelas. Bila kita perhatikan anak menjelang usia dua tahunan bermain dengan berlari-lari kecil maka selanjutnya di usia tiga tahunan anak tersebut sudah terampil berlari. Beda halnya dengan anak yang kurang diberi kesempatan untuk melakukan aktivitas ini, gerakan berlarinya nampak canggung sekalipun usianya sudah tiga tahun. Hal ini berlaku pula dalam aktivitas lain yang membutuhkan gerakan motorik kasar, sperti melompat, meloncat, meniti dan berjumpalitan. Bila anak-anak diberi kesempatan untuk melakukannya, maka mereka akan lincah bergerak.
            Dalam hal perkembangan motorik halus, anak-anak dapat dilatih keterampilannya melalui berbagai aktivitas yang menunjang. Beberapa kegiatan yang menunjang antara lain mencoret-coret di kertas, yang akan berkembang menjadi coretan benang kusut, kemudian menjadi garis lurus, lengkung dan seterusnya. Sekalipun kematangan motorik mempunyai peranan besar tetapi tanpa latihan yang dilakukan melalui bermain maka perkembangan motorik tidak berkembang dengan pesat.

3.      Manfaat Bermain dalam Perkembangan Kognitif
            Asfek kognitif berkaitan dengan daya ingat, daya tangkap, daya memahami suatu informasi, pengetahuan yang dikuasai seseorang, daya nalar, daya analisis, daya imajinasi, dan daya cipta atau kreativitas (Reber, 1995). Melalui bermain anak akan belajar berbagai pengetahuan dan konsep dasar. Pengetahuan akan konsep-konsep ini jauh lebih mudah diperoleh melalui kegiatan bermain, sebab rentang waktu dan perhatian anak masih terbatas. Cara terbaik untuk dan yang paling tepat untuk memperkenalkan berbagai pengetahuan dan konsep dasar adalah melalui bermain. Misalnya untuk memperkenalkan konsep warna dilakukan sambil bermain melempar bola ke keranjang biru dan seterusnya. Daya cipta misalnya dapat dikembangkan melalui bermain konstruktif. Anak diminta untuk menyusun sejumlah balok atau kepingan-kepingan plastik untuk membentuk sesuatu atau menggambar berdasarkan imajinasinya.
            Pengetahuan alam sekitar dapat diperkenalkan melalui tumbuh-tumbuhan, hewan, serangga yang hidup di lingkungan anak. Sambil bermain di kebun atau di lapangan, mereka dapat memetik pengetahuan mengenai lingkungannya. Dengan demikian, anak dapat memperoleh pengetahuan tidak hanya dari buku yang dibacanya atau dari cerita guru di dalam kelas saja melainkan melalui pengalaman langsung dengan melihat, mengamati, mendengar, memegang, meraba dan mencium secaralangsung benda-benda tersebut.

4.      Manfaat Bermain dalam Perkembangan Bahasa
            Menurut Vygotsky (Owens, 1996) Bahasa merupakan faktor penting untuk dikuasai manusia karena perkembangan intelektual seorang anak terkait dengan bahasa. Bahasa membantu anak mengarahkan pikiran, menajamkan ingatan, melakukan kategorisasi, dan mempelajari hal-hal baru sehingga kemampuan berpikir anak semakin meningkat.
            Pada usia empat tahun diharapkan anak sudah dapat menggunakan lebih dari seribu kata dan di usia enam tahun menggunakan 2600 kata dan mampu memahami 20.000 kata (Owens, 1996). Sejak usia satu setengah tahun anak dapat mempelajari sekitar 9 kata baru setiap harinya (Rice dalam Papalia et all., 2004). Kriteria tersebut tidak berlaku mutlak, tetapi dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam membantu perkembangan bahasa pada anak.
            Penguasaan kosa kata dan kemampuan berbicara diperoleh dari interaksi anak dengan orang-orang di sekitarnya. Teman sebaya merupakan agen penting bagi anak untuk mengembangkan kemampuan bahasanya yang pada umumya di dapat melalui kegiatan bermain. Bermain bersama-sama  dengan teman akan memberikan kesempatan pada anak untuk berkomunikasi satu sama lain, kosa kata serta pengetahuan baru pun ia peroleh. Selain itu ada permainan yang mempunyai fungsi mengembangkan kemampuan bahasa, antara lain melalui buku cerita, bermain khayal, bermain kata-kata dan masih banyak lagi.
5.      Manfaat Bermain dalam Perkembangan Sosial
            Di usia pra sekolah, anak perlu belajar dengan orang tua atau pengasuhnya. Perpisahan dengan orang tua, atau pengasuhnya tidak akan begitu dirasakan oleh anak bila dilakukan dalam situasi bermain yang menyenangkan hatinya. Sebaliknya, melalui bermain pula, anak akan semakin mahir bersosialisasi dengan orang lain dan teman-teman sebayanya. Bersosialisasi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat berbaur dengan orang lain, menyesuaikan diri dengan kegiatan dan kebiasaan kelompok, dan dengan segala macam orang yang memiliki karakterisatik unik. Anak pun belajar untuk berbagi dengan sesama teman, menunggu giliran sehingga ia belajar untuk bersabar diri. Kemampuan memecahkan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan kehidupan anakpun akan ia temukan. Misalnya bagaimana ia harus mencari upaya agar barang yang menjadi miliknya tidak dirampas begitu saja oleh anak lain dan sebaliknya. Bagaimana aturan permainan harus dibuat agar pertengkaran dapat dihindari. Melalui bermain ia akan belajar berkomunikasi dengan sesama teman, baik dalam hal mengemukakan pikiran, pendapat, perasaannya, maupun memahami apa yang disampaikan oleh teman sehingga hubungan dapat terbina dan anak-anak saling bertukar informasi.

6.      Manfaat Bermain dalam Perkembangan Emosi dan Kepribadian
            Bermain merupakan suatu kegiatan yang sudah ada dengan sendirinya pada setiap anak dan menjadi kebutuhan mereka. Melalui bermain anak dapat melepaskannya ketegangan-ketegangan yang diambiulnya karena banyaknya larangan yang harus ia hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Sekaligus ia dapat memenuhi kebutuhan dan dorongan dari dalam diri yang tidak mungkin terpuaskan dalam kehidupan nyata sehingga setidaknya akan membuat anak merasa lega serta rileks.
            Dari kegiatan bermain bersama teman maka ia dapat menilai dirinya sendiri. Apa yang menjadi kelebihannya sehingga dapat membantu pembentukan konsep diri yang positif, yaitu mempunyai rasa percaya diri dan harga diri. Anak akan belajar bagaimana harus bersikap dan bertingkah laku agar dapat bekerja sama dengan orang lain, bersikap jujur, murah hati, tulus dan sebagainya.
            Menurut Papalia et al, secara garis besar kegiatan bermain pada anak usia 4 – 6 tahun dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu bermain fungsional, bermain konstruktif dan bermain khayal. Pengelompokkan ini didasarkan atas kompleksitas perkembangan kognitif seseorang.
a.       Bermain fungsional
                 Bermain fungsional sudah dimulai pada usia bayi dan merupakan bentuk bermain yang paling sederhana bila ditinjau dari tingkat perkembangan kognitif Piaget (tahap sensorimotor), yang dimaksud dengan bermain fungsional adalah kegiatan bermain yang ditandai dengan gerakan otot(mascular) yang berulang-ulang. Menurut Jonhson et.al.(1999) kegiatan bermain semacam ini disebut sebagai motor play karena membutuhkan keterampilan motor atau fisik untuk melakukannya misalnya menggelindingkan atau memantulkan bola ke lantai. Setelah keterampilan motorik kasar anak bertambah baik maka anak-anak usia pra sekolah akan melakukan gerakan berlari-larian, melompat, meloncat, melempar, menendang, memanjat, meniti, berdiri di atas satu kaki atau melompat dengan satu kaki, mengendarai sepeda roda dua, dan sebagainya. Selain aktivitas yang membutuhkan otot kasar (motorik kasar), anak-anak pun akan mengembangkan kemampuan halusnya (motorik halus).
                 Berdasarkan pengertian bermain fungsional maka aktivitas bermain ini akan menambah kekuatan fisik, otot tubuh dan keterampilan motorik kasar. Secara tidak lansung kegiatan ini akan berdampak pada perkembangan kepribadian anak. Karena anak merasa mampu melakukan berbagai macam gerakan, ia menjadi lebih percaya diri dan tidak canggung-canggung untuk melibatkan diri dalam kegiatan bermain bersama dengan teman sebaya. Bermain fungsional merupakan dasar dari kemampuan berolahraga yang bisa ditekuni anak di kemudian hari.
b.       Bermain konstruktif
                 Ditinjau dari kompleksitas perkembangan kognitif, bermain konstruktif adalah kegiatan bermain yang lebih kompleks dibandingkan bermain fungsional (Papalia. et.al., 2004). Bermain konstruktif adalah kegiatan bermain yang menggunakn objek atau bahan tertentu untuk membentuk sesuatu misalnya, membangun rumah-rumahan dari balok-balok atau kardus bekas, menggambar, melukis, membentuk lilin mainan ataupun play dough, dan sebagainya. Menurut Jonhson (Papalia et.al., 2004) anak usia 4 tahun yang berada di TK ataupun tempat penitipan anak menghabiskan lebih dari separuh waktunya untuk melakukan kegiatan semacam ini dan kegiatannya semakin terelaborasi pada anak usia 5 – 6 tahun.
                 Kegiatan bermain konstruktif merangsang kreativitas serta imajinasi anak, ia harus dapat membayangkan bentuk yang akan dibuat, cita rasa seni pun dibutuhkan sehingga hasilnya enak dilihat. Keterampilan motorik halus pun akan terasah melalui aktiviytas ini. Ketekunan serta konsentrasi juga diperlukan sehingga kegiatan bermain konstruktif sangat sarat dengan berbagi manfaat. Mengingat kemampuan anak berkembang secara bertahap, tidaklah mengherankan bila hasil karyanya terlihat belum indah di mata orang dewasa. Yang penting anak mau mencoba dan menikmati kegiatan bermain konstruktif. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan jenis ini, yaitu sebagai berikut :
1).   Anak perlu diberi kesempatan untuk mau melakukannya. Mengingat setiap anak adalah unit maka sangat besar kemungkinannya ada anak yang kurang menyukai kegiatan bermain konstruktif. Maka tugas orang dewasalah untuk dengan sabar membujuk dan menggiring anak agar mau melakukannya.
2).   Mengingat perkembangan kognitif anak berada pada tahap praoperasional dengan ciri egosentris maka sangat dimungkinkan hasil karya anak bila ditinjau dari bentuknya tidak atau kurang sesuai dengan tema yang ia sebutkan. Misalnya bangunan yang dibentuk ari balok-balok disebut oleh anak sebagi roket, padahal bentuknya sama sekali tidak sesuai. Gambar mobil yang sudah dibuatnya dengan susah payah tiba-tiba dicoret-coret dengan warna hitam dengan alasan “mobilnya terbakar”. Kondisi ini harus ditanggapi secara positif dan anak tidak patut dipersalahkan. Orang dewasa harus melihanya dari kaca mata anak. Yang penting anak menikmati kegiatannya dan merasa puas serta bahagia karena jerih payahnya dihargai oleh orang lain.
3).   Ada anak yang unggul dalam jenis kegiatan bermain yang satu tetapi kurang unggul dalam kegiatan bermain jenis lainnya.
c.       Bermain destruktif
                 Anak bereksperimen dengan benda-benda yang diperlakukan secara destruktif, yaitu melempar, memecahkan, menendang, menyobek-nyobek, atau membanting sesuatu. Suara dari sesuatu yang runtuh, roboh, jatuh, pecah, dan sebagainya memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi anak. Ia akan menyusun suatu menara dan merobuhkannya kembali. Ia dapat merusak sesuatu karena ingin tahu bagaimana sesuatu bekerja. Kadang-kadang anak merusak sesuatu tanpa niat untuk merusaknya. Misalnya menggunting rambut boneka, karena ia sendiri bari saja dipotong rambutnya. Tentu saja permaina destruktif ini tidak selalu bisa ditolerir orang dewasa, namun orang tua sebaiknya berusaha memahami tingkah laku anak.
d.      Bermain kreatif
                 Bermain kreatif dapat mengikuti tahap bersksperimen dengan material untuk membuat benda-benda. Dalam bermain kreatif, anak menggunakn imajinasinya, pikirannya, dan pertimbangannya untuk mencipta sesuatu, atau membuat kombinasi-kombinasi baru dari komponen-komponen alat permainan (misalnya pada permainan lego atau Lasy) atau menggunakan bahan-bahan yang tidak terpakai lagi (daur ulang) dengan material yang tersedia, ia menggambar, melukis, membuat pola-pola sebagi ungkapan perasaannya. Apa yang diciptakan seorang anak mungkin tidak jelas bagi orang dewasa; hanya anak dapat menjelaskannya sendiri.

B. Bermain dan belajar kreatif
            Dalam proses belajar kreatif digunakan baik proses berpikir divergen (proses berpikir yang menghasilkan banyak ide-ide pemecahan masalah) maupun proses berpikir kovergen (proses berpikir mencari jawaban tunggal yang paling tepat).
            Pendidikan formal sampai saat ini terutama melatih berpikir konvergen, sehingga kebanyakan anak terhambat dan tidak mampu menghadapi masalah-masalah yang menuntut imajinasi, pemikiran, dan pemecaham masalah secara kreatif. Betapa pun pentingya belajar awal pada usia prasekolah, bermain kreatif juga tak kurang maknanya.
            Dewasa ini tampak kecenderungan pendidikan di TK menginginkan anak belajar hal-hal akademis secepat mungkin dan sebanyak mungkin. Yang dulu biasanya baru diajarkan di kelas satu SD, seperti menulis, membaca, dan matematika bahkan bahasa Inggris, sekarang sudah diberikan di TK walaupun tidak dipersyaratkan dalam kurikulumnya. Sedangkan bermain dan berimajinasi dianggap kurang penting. Padahal bermain dapat memberikan anak perasaan dan pengalaman positif akan keberhasilan dan prestasi. Kesempatan bermain kreatif sangat berarti dalam memungkinkan perkembangan imajinasi dan pemecahan masalah.
            Bermain kreatif mempunyai bebrapa fungsi yang berguna dalam hidup anak. Karena bermain merupakan:
Ø  Sumber kegembiraan dan belajar
Ø  Cara untuk mengembangkan persahabatan dan perasaan untuk anak lain
Ø  Cara untuk belajar mengendalikan dan menyalurkan perasaan seseorang.
            Guru dan orang tua memerlukan pemahaman dan dukungan untuk memasukan bermain dalam kurikulum. Mereka perlu memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain dan belajar dari observasi dan tindakan/perilaku, dan tidak hanya dari petunjuk atau contoh bagaimana melakukan berbagai hal. Bermain sebagai aktivitas dinamis dan konstruktif perlu dan merupakan bagian terpadu dari masa kanak-kanak sampai masa remaja.
            Dalam situasi sekolah, bermain dapat digambarkan sebagai suatu kesinambungan mulai dari bermain bebas sampai bermain yang dibina dan diarahkan. Bermain bebas adalah bermain dimana anak memounyai banyak pilihan dan mereka dapat memilih bagaimana menggunakan material. Bermain yang dibina adalah bermain dimana guru telah memilih material dan anak dapat memilih untuk menemukan konsep-konsep tertentu. Bermain yang diarahkan adalah bermain dimana guru mengajar bagaimana melakukan tugas khusus, misalnya menggunakan balok-balok untuk membuat suatu rumah.

C. Peran serta pendidik dalam permainan anak
            Apakah guru harus melibatkan diri dalam kegiatan bermain bersama anak TK? Bagaimana seharusnya guru berperan ketika anak-anak balita ini bermain? Keterlibatan guru dalam kegiatan bermain yang dilakukan anak-anak sangat diperlukan, di mana guru dapat berfungsi untuk memberi dukungan pada anak di kala anak merasa dirinya tidak mampu, cemas, dan malu; dan bersikap responsive terhadap perilaku serta keingintahuan anak.
1.      Beberapa hasil penelitian mengenai peran guru yang kurang menunjang kegiatan bermain anak
            Dari penelitian yang pernah dilakukan oleh File dan Kontos pada tahun 1993 di Amerika Serikat (Johnson, 1999), diperoleh hasil bahwa para guru lebih banyak memberi dukungan dalam aspek perkembangan kognitif dan kurang mengembangkan aspek sosial dari kegiatan bermain. Bila aspek sosial kurang diperhatikan, dampak negatif akan lebih dirasakan oleh anak yang kurang terampil dalam pertemanan. Anak-anak ini semakin tersisih dari teman-teman lainnya.
            Selanjutnya Grinder dan Johnson (Johnson, 1999) melaporkan bahwa 27% dari waktu guru pada saat bermain bersama anak menujukkan keterlibatan yang mengganggu kegiatan bermain anak (play-interfering). Perilaku guru yang secara kasat mata dapat mengganggu aktivitas bermain anak adalah : mengambil alih permainan, memberikan instruksi, memberikan perintah, atau mengajak anak bercakap-cakap saat dia sangat asyik dengan kegiatannya. Sikap guru yang terlampau banyak bertanya mengenai apa yang dilakukan anak dan juga memberikan komentar yang negatif akan membuat anak akan kehilangan selera untuk bermain dan menghambat ide, imajinasi, serta konsentrasinya. Saat anak bermain konstruktif, sebaiknya tidak usah menginstruksikan anak untuk membuat suatu bentuk atau menyuruh anak meniru bentuk yang harus dibuat. Bila guru terlalu banyak ikut campur atau mau mempengaruhi anak maka akan mengganggu keberlangsungan kegiatan bermain anak (Jones & Reynols ds, Schrader dan Wood et.al dalam Johnson, 1999). Reynold dan Jones (Hendrick, 2001) juga mendukung pendapat tersebut. Mereka menyatakan bahwa guru harus menghindari untuk mendominasi pengalaman bermain dari anak dan sebaliknya memberi kesempatan pada anak untuk mengekspresikan diri mereka sendiri sesuai dengan keunikan yang dimiliki masing-msaing pribadi.

2.      Beberapa hasil penelitian mengenai dampak positif dari keterlibatan guru dalam aktivitas bermain bersama anak
            Bila guru ikut bermain bersama anak, ada beberapa hasil positif yang teramati, yaitu :

a.       Lamanya (durasi) anak bermain bersama teman menjadi dua kali lipat dari biasanya, dibandingkan bila mereka dilepas untuk bermain sendiri tanp aguru (Sylva et. al dalam Johnson, 1999);
b.      Anak-anak akan menampilkan kegiatan bermain kooperatif (tahap tertinggi dari kegiatan bermain sosial yang dikemukakan oleh Parten). Berarti dengan keikutsertaan guru, anak-anak mau melibatkan diri dalam kegiatan bermain yang lebih bersifat sosial (Farran, Silveri, dan Culps dalam Johnson, 1999);
c.       Kegiatan bermain yang dilakukan anak menunjukkan tahapan kognitif yang lebih tinggi (Howes dan Smith dalam Johnson, 1999); serta
d.      Dalam aktivitas membaca buku, ternyata anak-anak menunjukkan minat membaca dan menulis yang lebih tinggi (Christie dan Enz, Morrow dan Rand, dan Vulkelich dalam Johnson, 1999).

D. Bagaimana menyediakan fasilitas yang tepat untuk bermain
            Hal ini meliputi pokok-pokok sebagai berikut :
1.      Situasi sosial: kesempatan untuk belajar dari anak-anak lain dengan berbagi pengalaman dengan mereka.
2.      Bahan permainan: mencakup bahan-bahan alamiah (pasir, air, tanah liat dan sebagainya), balok-balok dan alat permainan konstruktif, alat-alat musik,alat-alat rumah tangga, alat-alat permainan yang besar, seperti ayunan atau luncuran.
3.      Obyek-obyek yang merangsang alat-alat indra: penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pencecapan.
4.      Media cetak dan elektronik: buku, peta, ensiklopedia, kaset, film, alat pemotret, dan sebagainya.
5.      Kejadian-kejadian, seperti mengunjungi kebun binatang, taman safari, kantor pos, dan pasar swalayan.
6.      Suasana dan iklim di mana anak merasa bebas untuk bereksplorasi dan belajar melalui kegiatan bermain, yang didukung orang dewasa.
            Sejauh mana orang tua atau guru berpartisipasi aktif dalam kegiatan bermain anak? Dalam hal ini seyogianya peranan pendidik lebih sebagai fasilisator dan motivator dan tidak terlalu mengarahkan. Intervensi yang berlebih dapat menghambat ungkapan kreatif anak.
Contoh Kegiatan Bermain Kreatif
pada Usia Prasekolah
Umur Kreatif
Bidang
Contoh Bermain
2 – 3 tahun
Menyanyi




Menggambar






Memainkan alat “musik”
Menemukan lagu-lagu sendiri. Menemukan kata-kata baru untuk lagu-lagu yang dikenal

Menggambar dari imajinasi bukan dari contoh. Dapat membuat macam-macam kombinasi garis, bentuk, dan warna

Mencoba macam-macam kombinasi suara dari alat permainan atau alat-alat rumah tangga
4 – 5 tahun
Melukis




Permainan kata

Menari




Fantasi
Membuat kombinasi warna dengan cara-cara baru, menggunakan kuas dan tangan

Bermain dengan suara dan arti kata-kata
Menari mengekspresikan perasaan atau bereksperimen dengan gerakan-gerakan fisik

Bermain dengan teman imajiner atau memainkan peran karakter atau tokoh dalam kejadian atau peristiwa tertentu.
 
BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
            Bermain merupakan suatu aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh baik fisik, intelektual, sosial moral dan emosioanl. Bermain mempunyai manfaat besar bagi perkembangan anak, diantaranya dalam perkembangan fisik, perkembangan motorik, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan sosial, perkembangan emosi dan kepribadian. Agar terciptanya bermain dan belajar kreatif tentunya peran oran tua sangat berpengaruh selain peran guru. Disamping itu para guru atau orang tua perlu menyediakan fasilitas yang tepatuntuk bermain diantaranya dengan memperhatikan beberapa pokok yaitu: situasi sosial, bahan permainan, obyek-obyek yang merangsang alat indra, media cetak dan elektronik, suasana dan iklim.

B. Saran
            Beberapa saran yang dapat diberikan :
1.       Orang tua perlu diberi informasi tentang pentinya bermain dan makna alat permainan.
2.       Orang tua perlu mengetahui pilihan alat permainan yang tepat dan sesuai dengan umur anak.
3.       Orang tua dapat dilibatkan dalam pembuatan atau produksi alat permainan yang edukatif dan kreatif.
4.       Orang tua dapat dilatih untuk membuat sendiri alat permainan yang sederhana dari bahan-bahan alam Indonesia.