MAKALAH KIMIA CUKA|PENGEMBANGAN PROSEDUR PENENTUAN KADAR ASAM CUKA SECARA TITRASI ASAM – BASA DENGAN BERBAGAI INDIKATOR ALAMI

PENGEMBANGAN PROSEDUR PENENTUAN KADAR ASAM CUKA SECARA TITRASI ASAM – BASA DENGAN BERBAGAI INDIKATOR ALAMI

(SEBAGAI ALTERNATIF PRAKTIKUM TITRASI ASAM – BASA DI SMA)
Das Salirawati, M.Si dan Regina Tutik Padmaningrum, M.Si
Jurdik Kimia FMIPA - UNY

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tepat tidaknya dan cermat tidaknya ketiga indikator alami (daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, kayu secang) digunakan dalam penentuan kadar asam cuka. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar asam cuka hasil pengukuran secara titrasi asam-basa antara yang menggunakan ketiga indikator alami dengan indikator pp.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain tiga sampel dan dua variabel, yaitu sampel berupa tiga indikator alami yang digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi. Variabel pertama dalam penelitian ini adalah variabel bebas berupa jenis indikator yang digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi (terdiri dari tiga sub-variabel), variabel terikat berupa kadar asam cuka hasil titrasi, dan variabel kontrol berupa indikator pp. Populasi penelitian ini adalah indikator alami yang dibuat dari bahan alam, sedangkan sampel yang digunakan adalah tiga indikator alami, yaitu indikator daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, dan kayu secang yang dibuat segar ketika akan digunakan. Data penelitian yang diperoleh berupa volum asam oksalat yang digunakan untuk standarisasi larutan NaOH dan volum NaOH yang digunakan untuk titrasi sampel asam cuka. Rerata volum NaOH yang diperlukan untuk mencapai titik akhir titrasi, baik yang menggunakan indikator pp maupun ketiga indikator alami tersebut digunakan untuk menghitung kadar asam cuka.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator alami, masing-masing indikator daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, kayu secang tepat dan cermat digunakan dalam penentuan kadar asam cuka. Tidak ada perbedaan kadar asam cuka hasil pengukuran secara titrasi asam-basa yang menggunakan ketiga indikator alami dengan indikator pp.
Kata kunci : indikator alami, titrasi asam basa, asam cuka

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Kimia merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang dalam pembelajarannya sangat memerlukan kegiatan penunjang berupa praktikum maupun eksperimen di laboratorium. Hal ini dikarenakan ilmu kimia dibangun dengan metode ilmiah. Melalui tahapan metode ilmiah, maka diperoleh produk-produk ilmiah ilmu kimia, seperti konsep, prinsip, aturan, hukum, dan teori. Dengan demikian ilmu kimia mencakup pengertian kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses.
Oleh karena itu proses pembelajaran ilmu kimia harus diusahakan mengarah kepada kegiatan yang mendorong siswa belajar lebih aktif, baik secara fisik, sosial, maupun psikis dalam memahami konsep. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru adalah dengan menerapkan suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai, yaitu pendekatan keterampilan proses (Conny Semiawan, dkk, 1986 : 16). Pendekatan ini menekankan  pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya.
Metode praktikum adalah salah satu bentuk pendekatan keterampilan proses yang bagi siswa SMA selain melatih bagaimana penggunaan alat dan bahan kimia yang tepat, juga membantu pemahaman siswa terhadap materi kimia yang diajarkan di kelas.
Selama ini praktikum kimia yang dilakukan di SMA tidak menyertai seluruh konsep kimia yang diajarkan di kelas. Hal ini karena keterbatasan alat dan bahan kimia yang dimiliki oleh setiap SMA, sehingga yang dipraktikkan hanya mengikuti apa saja bahan dan alat yang tersedia. Padahal setiap konsep kimia SMA sebenarnya dapat diikuti dengan suatu mata praktikum yang sesuai.
Salah satu materi pokok (konsep) kimia di SMA adalah Reaksi Netralisasi dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai “melakukan titrasi asam-basa untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa”. Untuk melaksanakan praktikum titrasi asam-basa diperlukan suatu indikator sebagai penentu titik akhir titrasi. Pada umumnya indikator yang digunakan adalah indikator pp, tetapi seringkali ketiadaan indikator pp, praktikum titrasi asam-basa ini akhirnya tidak dilakukan.
Berdasarkan hal ini, maka perlu dicari indikator asam-basa lain yang sekiranya dapat diperoleh dan dibuat mudah, baik oleh guru maupun siswa itu sendiri. Indikator yang dimaksud adalah indikator alami, yaitu indikator yang dibuat dari bahan tanaman yang biasanya berasal dari tanaman yang berwarna. Untuk keperluan titrasi asam-basa, diperlukan indikator alami yang memiliki perubahan warna yang tajam ketika berada dalam suasana asam ke basa atau sebaliknya. Beberapa diantara indikator alami adalah daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, dan kayu secang yang memiliki warna spesifik pada suasana asam dan basa, sehingga diharapkan mampu menentukan titik akhir titrasi.
    Pada penelitian ini akan dilihat ketepatan dan kecermatan berbagai indikator alami, yaitu daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, dan kayu secang sebagai indikator dalam menentukan kadar asam cuka dengan pembanding indikator pp. Bila ternyata semua indikator alami tersebut memiliki ketepatan dan kecermatan yang tinggi, maka dapat digunakan sebagai indikator alternatif pengganti indikator pp yang biasa digunakan dalam praktikum titrasi asam-basa di SMA.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi guru-guru kimia SMA dalam memperkenalkan indikator alami dan manfaatnya dalam pelaksanaan praktikum, khusus-nya pada materi titrasi asam-basa. Selain itu, diharapkan guru mampu mencari dan mengembangkan sendiri jenis-jenis bahan alami yang terdapat di sekitarnya yang mudah diperoleh untuk dapat digunakan sebagai indikator alami. 

B. Titrasi Asam - Basa
Asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu cara analisis kuantitatif volumetrik berdasarkan reaksi asam-basa secara titrasi. Titrasi asam asetat / asam cuka (CH3COOH) dengan larutan natrium hidrok-sida (NaOH) sebagai larutan standar akan menghasilkan garam CH3COONa yang berasal dari sisa asam lemah dan basa kuat yang kemudian terhidrolisis. Reaksi hidrolisis ini merupakan reaksi keseimbangan yang dapat ditulis :

CH3COOH (aq) + NaOH (aq)                 CH3COONa (aq) + H2O (l)

Pada titrasi ini sebagian asam asetat (asam cuka) dan basanya akan tinggal dalam larutan. Saat titik ekivalen (titik akhir titrasi) terjadi, banyaknya asam asetat (asam cuka) dan NaOH bebas adalah sama, tetapi karena asam asetat termasuk elektrolit lemah maka ion H+ yang dibebaskan sangat sedikit, dan akan lebih banyak tinggal sebagai molekul CH3COOH. Sedangkan basa bebasnya (NaOH) merupakan elektrolit kuat yang hampir terionisasi sempurna, membebaskan ion hidroksil (OH-) dalam larutan. Hal ini mengaki-batkan titrasi akan berakhir pada pH di atas 7.

C. Indikator Asam - Basa
Indikator asam basa adalah zat-zat warna yang warnanya bergantung pada pH larutan, atau zat yang dapat menunjukkan sifat asam, basa, dan netral. Sebagai contoh kertas lakmus merah atau biru, berwarna merah dalam larutan yang pHnya lebih kecil dari 5,5 dan berwarna biru dalam larutan yang pHnya lebih besar dari 8. Dalam larutan yang pHnya 5,5 sampai 8 warna lakmus adalah kombinasi warna merah dan biru. Batas-batas pH dimana indikator mengalami perubahan warna disebut trayek indikator. Jadi, trayek indikator lakmus adalah 5,5 – 8.
Mengapa warna indikator itu tergantung pada pH larutannya ? Indikator asam-basa adalah asam atau basa organik yang lemah yang memiliki warna berbeda dalam bentuk molekul dan dalam bentuk terion. Sebagai contoh, phenol ptialin (pp) adalah suatu asam lemah yang dalam bentuk molekul tidak berwarna dan dalam bentuk terion berwarna merah. Dalam air pp bereaksi sebagai berikut :

Hind (aq)    +     H2O (l)             Ind- (aq)    +    H3O+ (aq)
tidak berwarna                   merah

Hind adalah untuk melambangkan molekul indikator, sedangkan Ind- untuk ion indikator.  Pada penambahan asam, reaksi kesetimbangan di atas akan bergeser ke kiri dan warna akan memudar (menjadi tidak berwarna). Sebaliknya pada penambahan basa, reaksi kesetimbangan bergeser ke kanan dan warna akan makin merah.

D. Indikator Alami
    Indikator alami dapat dibuat dari bagian tanaman yang berwarna, misalnya kelopak bunga sepatu, daun kubis ungu, daun bayam merah, kayu secang, dan kunyit. Sebenarnya hampir semua tumbuhan berwarna dapat dipakai sebagai indi-kator tetapi terkadang perubahan warnanya tidak jelas. Oleh karena itu hanya beberapa saja yang sering dipakai, misalnya daun kubis ungu yang memberikan warna merah dan hijau, daun bayam merah yang memberikan warna merah dan kuning.
    Daun kubis ungu (Brassica oleracea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang tidak banyak dikonsumsi, karena tidak semua orang menyukai rasanya yang sedikit berbeda dengan daun kubis biasa. Daun kubis ungu bila dilarutkan dalam air panas akan mengeluarkan zat kimia yang berwarna biru atau biru keunguan bila terlalu pekat. Zat kimia inilah yang bila bercampur dengan asam akan berubah warna menjadi merah dan bila bercampur dengan basa berubah menjadi hijau. Oleh karena ada perbedaan warna dalam suasana asam dan basa, maka ia dapat digunakan sebagai indikator alami.
    Daun rhoeo discolor merupakan tanaman herba yang kuat dengan batang tegak, daun yang menghadap ke bawah berwarna ungu tua, dengan posisi antar daun saling menelungkup. Bila daun rhoeo discolor diiris-iris dan dikeringkan lalu dilarutkan dalam alko-hol, maka akan diperoleh larutan dengan warna kuning kemerahan. Dalam suasana asam warnanya berubah menjadi merah muda (pink) dan dalam suasana basa berubah menjadi hijau. Dengan demikian larutan daun rhoeo discolor juga dapat digunakan sebagai indikator alami.
    Kayu secang (Caesalpinia sappan) disebut juga kayu sapang, kebanyakan digu-nakan sebagai bahan pengecat. Saat ini kayu secang banyak diolah sebagai minuman yang berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit (Hembing, dkk., 1993 : 120). Bila kayu secang diiris tipis-tipis dan dikeringkan (sebaiknya di oven agar cepat keringnya), lalu dilarutkan dalam alkohol, maka akan diperoleh larutan berwarna merah orange. Dalam suasana asam akan berubah warna menjadi kuning, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Dengan demikian larutan kayu secang ini juga dapat digunakan sebagai indikator alami.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain tiga sampel dan dua variabel, yaitu sampel berupa tiga indikator alami yang digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi. Variabel pertama dalam penelitian ini adalah variabel bebas berupa jenis indikator yang digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi (terdiri dari tiga sub-variabel), variabel terikat berupa kadar asam cuka hasil titrasi, dan variabel kontrol berupa indikator pp. Populasi penelitian ini adalah indikator alami yang dibuat dari bahan alam, sedangkan sampel yang digunakan adalah tiga indikator alami, yaitu indikator daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, dan kayu secang yang dibuat segar ketika akan digunakan.
Prosedur penelitian diawali dengan standarisasi larutan NaOH dengan larutan standar primer asam oksalat. Dilanjutkan pembuatan indikator alami dari daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, dan kayu secang. Langkah terakhir adalah pengenceran asam cuka yang akan ditentukan kadarnya dengan cara mentitrasi menggunakan larutan NaOH yang telah distandarisasi.
Data penelitian yang diperoleh berupa volum asam oksalat yang digunakan untuk standarisasi larutan NaOH dan volum NaOH yang digunakan untuk titrasi sampel asam cuka. Rerata volum NaOH yang diperlukan untuk mencapai titik akhir titrasi, baik yang menggunakan indikator pp maupun ketiga indikator alami tersebut digunakan untuk menghitung kadar asam cuka. Selain itu dilakukan pengujian tingkat kecermatan (presisi), ketepatan (akurasi), dan uji beda dua rerata hasil pengukuran.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Setelah ketiga jenis indikator alami selesai dibuat, yaitu indikator daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, dan kayu secang, maka dilakukan uji warna dengan cara meneteskan ketiga jenis indikator pada larutan buffer dalam berbagai pH. Adapun pH larutan buffer berturut-turut 2,2; 3,2; 4,0; 5,0; 6,0; 6,4; 7,0; 7,8; 9,0; 10,2; dan 12,4.
Setelah dilakukan ujicoba warna ketiga indikator pada berbagai pH, maka selanjutnya dapat ditentukan warna yang akan dihasilkan pada titik akhir titrasi (titik ekivalensi). Untuk lebih jelasnya berikut ini gambar warna yang terbentuk pada suasana asam, netral, dan basa dari ketiga indikator alami tersebut.


Pada indikator daun kubis ungu, dalam suasana asam berwarna pink, semakin mendekati netral warna pink berubah ungu (warna asli daun kubis ungu), dan dalam suasana basa berwarna hijau. Dengan demikian titik akhir titrasi asam cuka dengan titran NaOH ditandai dengan terbentuknya warna biru muda.



Pada indikator daun rhoeo discolor, dalam suasana asam berwarna pink, semakin mendekati netral warna pink berubah menjadi hijau, dan dalam suasana basa berwarna hijau kekuningan. Dengan demikian titik akhir titrasi asam cuka dengan titran NaOH ditandai dengan terbentuknya warna hijau.


Pada indikator kayu secang, dalam suasana asam berwarna kuning, semakin mendekati netral warna kuning berubah menjadi kuning orange, dan dalam suasana basa mengarah ke warna merah. Dengan demikian titik akhir titrasi asam cuka dengan titran NaOH ditandai dengan terbentuknya warna kuning orange.
    Setelah diketahui warna ketiga indikator alami pada titik akhir titrasi, maka selanjutnya dilakukan titrasi terhadap asam cuka (asam asetat) dengan pentitran NaOH. Setiap indikator alami digunakan untuk titrasi sebanyak 10 kali dan sebagai kontrol dilakukan titrasi dengan inidikator pp. Adapun rerata volum NaOH 0,1 M yang diperlukan untuk titrasi 5 mL asam cuka (asam asetat) sbb :

Tabel 1. Rerata Volum NaOH dalam Titrasi dengan Berbagai Indikator

Indikator
VNaOH    pp    Daun Kubis Ungu    Daun Rhoeo Discolor    Kayu Secang
Rerata    1,70    1,65    1,70    1,60

B. Pembahasan
    Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ketepatan, kecermatan, dan dapat tidaknya ketiga indikator alami dalam penentuan kadar asam cuka dengan indikator pp sebagai kontrol. Berdasarkan tujuan tersebut, maka setelah diketahui rerata volum NaOH 0,1 M yang diperlukan untuk titrasi asam cuka dengan volum yang sudah tertentu, selanjutnya dilakukan perhitungan kadar asam cuka yang dinyatakan dalam Molar dan hasilnya sebagai berikut :

Tabel 2. Kadar Asam Cuka Berdasarkan Titrasi dengan Berbagai Indikator

Indikator    Kadar Asam Cuka (M)
pp    0,8228
Daun kubis ungu    0,7986
Daun rhoeo discolor    0,8228
Kayu secang    0,7744

Pada penelitian ini kadar asam cuka sebenarnya sudah ditentukan secara kuantitatif, yaitu sebesar 5% v/v atau 0,87427 M. Hal ini dimaksudkan untuk melihat seberapa tepatnya penentuan kadar asam cuka tersebut, baik menggunakan indikator pp sebagai kontrol, maupun ketiga indikator alami.
Untuk menentukan kecermatan, maka dari data hasil titrasi dengan menggunakan ketiga indikator alami sebagai penentu titik akhir titrasi selanjutnya dicari besarnya simpangan baku maupun simpangan pukul rata. Berdasarkan perhitungan, ternyata harga simpangan baku dan simpangan pukul rata data volum NaOH untuk keempat indikator adalah 0 (nol). Hal ini menyatakan bahwa pengukuran mempunyai kecermatan yang tinggi dan hasil pengukuran tidak bervariasi.
Penentuan ketepatan / keakuratan hasil pengukuran dilakukan dengan menghi-tung nilai galat mutlak dan galat relatif. Galat mutlak adalah selisih antara harga kadar asam cuka dengan indikator pp dan harga kadar asam cuka dengan ketiga indikator alami. Adapun hasilnya sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil Perhitungan Galat Mutlak dan Galat Relatif
Indikator    Rata-rata
VNaOH  (mL)    Galat Mutlak    Galat Relatif (%)
Daun kubis ungu    1,65    0,0242    2,9411
Daun rhoeo discolor    1,70    0,0000    0,0000
Kayu secang    1,60    0,0484    5,8824

    Berdasarkan penentuan kecermatan, ketepatan, dan tidak adanya beda antara hasil pengukuran dengan indikator daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, dan kayu secang dibandingkan dengan hasil pengukuran menggunakan indikator pp menunjukkan bahwa ketiga indikator alami tersebut dapat digunakan sebagai pengganti indikator pp, khusus-nya pada penentuan kadar asam cuka secara titrasi asam-basa.
Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi guru-guru kimia SMA khususnya, dan guru-guru kimia pada berbagai tingkat pendidikan tentang dapatnya indikator alami digunakan sebagai pengganti indikator pp, bukan hanya sekedar penentu sifat asam, basa, dan netral suatu larutan, tetapi lebih dari itu dapat digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat membuka wawasan guru-guru kimia tentang pemanfaatan berbagai bahan alam yang ada dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber belajar. Dengan kata lain, sumber belajar kimia tidak harus yang ada di laboratorium, di kelas, tetapi dapat diambil dari alam sekitar.
Hasil penelitian ini sangat memerlukan pengembangan lebih lanjut dalam hal penentuan senyawa apa yang terkandung dalam ketiga indikator alami tersebut, sehingga ia dapat memberikan warna yang berbeda dalam suasana asam, basa, dan netral.

KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
    Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator alami, masing-masing indikator daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, kayu secang tepat dan cermat digunakan dalam penentuan kadar asam cuka dan tidak ada perbedaan kadar asam cuka hasil pengukuran secara titrasi asam-basa yang menggunakan ketiga indikator alami dengan indikator pp.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan guru-guru kimia SMA (khususnya) muncul kreativitasnya dengan mencoba berbagai tanaman di sekitar yang paling mudah dijumpai yang mungkin dapat digunakan sebagai indikator alami dengan melakukan ujicoba ketepatan dan kecermatannya terlebih dahulu seperti langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Conny Semiawan, dkk. (1986). Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta : Gramedia.

Day, Underwood. (1989). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Gramedia

H. M. Hembing Wijayakusuma, dkk. (1993). Tanaman Berkhasiat Obat Di Indonesia. Jakarta : Pustaka Kartini.

J. Bassett. (1978). Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis. Great Britain : Longman Group.

Janice van Cleave. (1991). Gembira Bermain dengan Ilmu Kimia. Jakarta : Temprint.

Miller, JC & Miller, JN.(1991). Statistika untuk Kimia Analitik. Bandung : ITB

Rubinson, Judith F & Rubinson, Kenneth A. (1998). Contemporary Chemical Analysis. USA : Prentice-Hall Inc.