MAKALAH
BEBERAPA CATATAN TENTANG PEMBELAJARAN
AKUNTANSI PENGANTAR
PENGANTAR
Mata kuliah Akuntansi
Pengantar diajarkan pada semua pendidikan tinggi ekonomi di Indonesia,
baik pada Program S1 maupun Program D3, untuk semua jurusan. Sebagai mata
kuliah yang diajarkan pada semester pertama di tahun pertama, tidak disangsikan
lagi mata kuliah ini memegang peranan penting dan menentukan dalam mengantarkan
para mahasiswa yang akan mempelajari akuntansi dan mata kuliah lain yang berkaitan
pada tahapan berikutnya. Sebagai mata kuliah pengantar, mata kuliah ini
dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dasar atau fundamen kepada para
mahasiswa. Oleh karena itu bangunan pengetahuan akuntansi yang dimiliki
mahasiswa kelak, akan banyak dipengaruhi oleh keberhasilan pembelajaran mata
kuliah ini sebagai fundamennya.
Peranan
yang sangat penting ini seringkali kurang disadari oleh para pengelola
perguruan tinggi ataupun dosen pengajarnya. Mata kuliah ini sering dipandang
sebagai mata kuliah akuntansi yang paling mudah dengan tingkat kesulitan paling
rendah bila dibandingkan dengan mata
kuliah akuntansi lain yang diajarkan pada tahapan berikutnya. Pandangan ini
sering mengakibatkan tugas mengajar mata kuliah ini diserahkan kepada dosen
muda yang masih kurang berpengalaman mengajar, bahkan di beberapa perguruan
tinggi diajarkan oleh asisten dosen.
Makalah
ini saya susun sebagai sumbangan fikiran untuk memperbaiki mutu pembelajaran
matakuliah Akuntansi Pengantar di perguruan tinggi yang disusun semata-mata
berdasarkan pengalaman mengajar matakuliah ini selama bertahun-tahun. Mengingat
bahwa saya tidak memiliki latar
belakang pendidikan dan pengetahuan tentang tehnik dan metodik mengajar, maka
sesuai dengan judulnya, makalah ini hanya berisi sorotan terhadap beberapa
bagian dari pembelajaran Akuntansi
Pengantar, khususnya pembelajaran
Akuntansi Pengantar I, yang menurut pendapat saya harus lebih dicermati oleh
para pengajar.
Saya
tidak berpretensi memiliki kemampuan mengajar lebih baik dari para peserta seminar
ini. Oleh karena itu saya berharap agar apa yang dikemukakan dalam makalah
ini dapat menjadi bahan diskusi untuk
memperbaiki mutu pembelajaran Akuntansi Pengantar di perguruan tinggi
masing-masing.
Saya
tidak membahas mengenai pembelajaran Akuntansi Pengantar II, bukan karena tidak
ada persoalan, tetapi karena masalah yang paling mendasar justru terdapat pada pembelajaran
Akuntansi Pengantar I. Pembagian mata kuliah Akuntansi Pengantar menjadi
Akuntansi Pengantar I dan Akuntansi Pengantar II didasarkan pada kurikulum nasional
dan silabi yang berlaku selama ini.
PESERTA MATA
KULIAH AKUNTANSI PENGANTAR
Keberhasilan pembelajaran suatu mata kuliah antara lain
akan ditentukan oleh pemahaman dosen/pengajar tentang siapa peserta mata kuliah
yang bersangkutan. Dengan memahami hal ini dosen akan dapat membayangkan latar
belakang pengetahuan yang dimiliki para peserta dan apa yang diharapkan atau
apa yang sebaiknya diberikan kepada para peserta.
Di atas
telah disinggung bahwa mata kuliah Akuntansi Pengantar diberikan pada hampir
semua jurusan yang ada pada pendidikan tinggi Ekonomi di Indonesia. Mata kuliah
ini umumnya ditawarkan pada semester pertama di tahun pertama. Oleh karena itu
peserta mata kuliah ini pada umumnya adalah para mahasiswa baru yang baru saja
lulus dari sekolah menengah umum atau sekolah menengah kejuruan. Pada umumnya
mereka masih asing dengan segala hal yang dijumpainya di perguruan tinggi,
termasuk dalam proses belajar-mengajar yang sama sekali lain dari apa yang
selama ini mereka alami. Hal ini perlu disadari oleh para dosen, terutama pada
minggu-minggu pertama. Dosen harus mengatur cara dan kecepatan mengajarnya
sehingga tidak terlalu mengejutkan para mahasiswa baru yang sedang beradaptasi
dengan lingkungan baru.
Dilihat
dari sudut pengetahuan yang mereka miliki pada saat memasuki perguruan tinggi,
umumnya selama di SMA mereka telah
mengenal akuntansi yang materinya mencakup siklus akuntansi. Dengan demikian
bisa diduga bahwa mereka tidak buta sama sekali tentang akuntansi. Namun yang perlu diwaspadai dosen adalah
keanekaragaman mutu pembelajaran akuntansi di SMA. Cara mengajar yang tidak
tepat di SMA bisa berakibat buruk terhadap keberhasilan pembelajaran yang
diberikan dosen di perguruan tinggi, karena mahasiswa sudah terlanjur
memperoleh pemahaman yang keliru dan hal ini kadang-kadang sukar diperbaiki.
Oleh karena itu dosen perlu sering bertanya kepada peserta tentang pengetahuan
yang mereka miliki mengenai materi yang sedang atau akan diajarkan. Dosen perlu
meluruskan pengertian atau konsep keliru
yang terlanjur mereka terima semasa di SMA.
Hal
lain yang tidak kalah pentingnya untuk disadari para dosen pengajar adalah sikap atau bagaimana
peserta didik memandang peranan mata kuliah ini. Dalam hal ini saya berpendapat
bahwa pilihan jurusan sangat berpengaruh pada keseriusan mahasiswa dalam
mempelajari suatu mata kuliah, termasuk mata kuliah Akuntansi Pengantar. Para
mahasiswa tahun pertama Jurusan Akuntansi memandang mata kuliah Akuntansi
Pengantar sebagai mata kuliah pokok yang akan memberi landasan penting dan
memberi pengaruh yang besar pada keberhasilan mereka dalam menempuh
matakuliah-matakuliah akuntansi lain yang akan ditempuh pada tahun-tahun
berikutnya. Penjelasan tentang hal ini biasanya telah mereka peroleh dari Ketua
Jurusan Akuntansi pada saat mereka mengikuti Pekan Orientasi Studi. Pemahaman
ini memacu keseriusan mereka dalam mempelajari Akuntansi Pengantar. Hal yang
kurang lebih sama dijumpai pada para mahasiswa Jurusan Manajemen karena tidak
sedikit mata kuliah di Jurusan Manajemen juga membutuhkan prasyarat mata kuliah
akuntansi pengantar. Akan tetapi
mahasiswa Jurusan ESP sering memandang mata kuliah ini hanya sebagai pelengkap
semata. Pandangan ini sangat berpengaruh pada keseriusan mereka dalam
mempelajari Akuntansi Pengantar. Oleh karena itu pada temu muka pertama, dosen
perlu meluangkan waktu untuk menjelaskan peranan pengetahuan tentang akuntansi
yang perlu dipahami oleh para mahasiswa ESP dan manfaatnya bagi mereka apabila
kelak mereka telah lulus dari Fakultas Ekonomi. Dosen perlu memberikan wawasan
yang dapat merangsang para mahasiswa bahwa dalam porsi tertentu akuntansi tidak
hanya harus dipelajari oleh para calon akuntan, tapi juga oleh non-akuntan
termasuk para ekonom.
Untuk
membangun persepsi mahasiswa bahwa mata kuliah ini benar-benar diperlukan di
semua jurusan, dosen sebaiknya memanfaatkan temu muka pertama dengan
menjelaskan tujuan akuntansi dan dan hasil akhir akuntansi berupa laporan
keuangan. Pertama-tama perlu diperkenalkan tentang dua laporan keuangan
yang utama, yaitu laporan posisi keuangan (neraca) dan laporan laba-rugi.
Dengan berbagai cara yang menarik dosen bisa memberi contoh laporan keuangan
yang diterbitkan oleh perusahaan dalam praktik. Sumber-sumber untuk ini mudah
diperoleh melalui internet atau dari surat-surat kabar. Beberapa buku teks berbahasa
Inggris mutahir melampirkan secara terpisah laporan tahunan yang diterbitkan
perusahaan terkenal yang pasti dikenal mahasiswa yang di dalamnya memuat
laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh, Accounting
Principles karangan Kieso dkk. melampirkan laporan tahunan Pepsy Cola.
Sambil menunjukkan contoh nyata ini, dosen menerangkan siapa saja yang
berkepentingan terhadap laporan semacam itu. Cara ini sangat bermanfaat untuk
membangun pemahaman mahasiswa laporan keuangan benar-benar dibutuhkan masyarakat
(investor, kreditur, dsb).
PEMBELAJARAN AKUNTANSI
PENGANTAR I
Walaupun materi ajar Pengantar Akuntansi I relatif
mudah, namun mengingat posisi yang sangat menentukan dari mata kuliah ini,
dosen perlu mencermati beberapa bagian yang amat penting dalam proses pembelajarannya.
Di bawah ini adalah catatan saya mengenai beberapa bagian penting dalam pembelajaran
Pengantar Akuntansi I.
1.
Persamaan Dasar Akuntansi
Materi pembelajaran
Akuntansi Pengantar I secara keseluruhan mencakup apa yang disebut “Siklus
Akuntansi”. Literatur-literatur mata
kuliah ini biasanya memulai pembahasan dengan memperkenalkan Persamaan Dasar
Akuntansi (Accounting Equation). Mengapa
kita harus memulai pembahasan dengan membicarakan persamaan dasar akuntansi?
Buku-buku
literatur untuk matakuliah Akuntansi Pengantar yang sekarang populer digunakan
kebanyakan tidak memberi uraian panjang lebar tentang apa makna persamaan dasar
akuntansi, padahal persamaan dasar ini selanjutnya akan menjadi model
pencatatan yang dianut oleh akuntansi dengan metoda pembukuan berpasangannya (double entry bookkeeping). Dalam hal ini
dosen dituntut untuk memberi uraian yang melatarbelakangi digunakannya
persamaan dasar akuntansi sebagai landasan untuk melakukan pencatatan
akuntansi. Apabila dosen hanya memperkenalkan persamaan dasar akuntansi tanpa
alasan jelas dan kemudian langsung mendemonstrasikan pengaruh transaksi
terhadap persamaan tersebut, dikhawatirkan mahasiswa akan menghafalkan akibat
transaksi terhadap persamaan akuntansi tanpa memahami apa yang sesungguhnya
terjadi atas ketiga komponen persamaan tersebut.
Walaupun sudah dianggap kuno, buku Accounting
Principles karangan Ronald J. Thacker yang populer di Indonesia pada tahun
delapanpuluhan, menurut hemat saya paling baik dalam memberikan gambaran
mengapa kita sampai pada persamaan dasar akuntansi. Untuk masuk ke bagian yang
penting ini, Thacker memulai bahasannya dengan memperkenalkan typical business operations yang sangat
mudah dicerna oleh mahasiswa, untuk kemudian sampai pada apa yang disebut the central role of resources yang
menggambarkan peranan dan arti pentingnya
assets (aktiva) dalam
pengelolaan bisnis untuk mencapai tujuan bisnis tersebut yaitu mendapatkan
laba. Tahap berikutnya adalah menunjukkan asal atau sumber dari mana perusahaan
memperoleh aktivanya. Pentingnya hubungan antara aktiva dengan sumber darimana
aktiva tersebut berasal, dapat dilakukan dengan membuat schema yang
menggambarkan aliran aktiva dalam operasi perusahaan pada umumnya. Dengan
contoh-contoh yang berkaitan dengan transaksi aktiva, bahasan ini diakhiri
dengan kesimpulan bahwa aktiva yang dimiliki perusahaan akan selalu sama
jumlahnya dengan sumber dari mana aktiva itu berasal, yaitu yang bersumber dari
pemilik (modal), ditambah dengan yang berasal dari kreditur (kewajiban). Dalam
hal ini dosen juga perlu waspada bahwa pengertian modal bagi sebagian mahasiswa
yang baru mengenal akuntansi sering tidak seperti yang dibayangkan dosen,
karena mereka sudah terlanjur mempunyai pengertian yang salah tentang modal.
Selama ini sudah tertanam dalam benak kebanyakan mahasiswa baru bahwa yang
dimaksud modal adalah kekayaan perusahaan, sehingga ketika mereka diperkenalkan
dengan persamaan akuntansi, mereka sulit membedakan aktiva dengan modal
Kadangkala
uraian yang sangat sistimatis dengan alur berpikir yang runtut sebagaimana
dilakukan Thacker seperti di atas, masih juga kurang memadai untuk membawa mahasiswa
sampai pada pemahaman bahwa aktiva di satu sisi harus selalu dihubungkan dengan
sumber atau asal aktiva tersebut di lain sisi, sehingga timbul apa yang dikenal
dengan persamaan dasar akuntansi. Sebagai
upaya untuk menegaskan hubungan tersebut, pada tahapan ini perlu ditunjukkan
hasil akhir dari proses pencatatan akuntansi yaitu laporan keuangan, khususnya
laporan posisi keuangan atau neraca. Tekanan diletakkan pada elemen-elemen yang
membentuk posisi keuangan suatu perusahaan, yaitu aktiva di satu sisi dan
sumber dari mana aktiva tersebut berasal di lain sisi. Dengan cara ini, maka
setiap contoh tentang pengaruh transaksi terhadap persamaan akuntansi, langsung
digambarkan akibatnya terhadap laporan posisi keuangan atau neraca. Kunci
keberhasilan dari cara ini, adalah kemampuan dosen untuk memberi ilustrasi
kepada para mahasiswa bahwa posisi keuangan perusahaan itu ditentukan oleh
ketiga komponen yang dilaporkan dalam laporan posisi keuangan di atas. Jika
kita hanya mengetahui aktiva perusahaan, hal itu hanya menggambarkan “kekayaan”
yang dimiliki perusahaan, belum menunjukkan posisi keuangan perusahaan.
Perusahaan bisa memiliki aktiva yang banyak tetapi posisi keuangannya buruk,
sebaliknya perusahaan yang memiliki kekayaan yang lebih sedikit mungkin malahan
memiliki posisi keuangan yang lebih baik. Hal ini ditentukan oleh sumber dari
mana aktiva tersebut berasal. Oleh karena itu untuk menunjukkan posisi keuangan
tidak cukup hanya dengan menunjukkan aktiva yang dimiliki perusahaan, tetapi
sekaligus harus ditunjukkan pula komposisi sumber aktiva tersebut, yaitu
kewajiban dan modal. Imbangan kewajiban dan modal menentukan baik buruknya
posisi keuangan perusahaan.
Dengan
tekanan pada posisi keuangan perusahaan yang komponen-komponennya sama dengan
komponen persamaan dasar akuntansi, contoh-contoh transaksi pada tahap ini
sebaiknya dibatasi pada transaksi yang tidak melibatkan pendapatan dan beban.
Contoh transaksi biasanya terbagi atas transaksi yang mempengaruhi aktiva dan
modal; aktiva dan kewajiban; dan aktiva dengan aktiva. Bila hal ini telah cukup difahami oleh para
mahasiswa, barulah diperkenalkan transaksi pendapatan dan beban dengan cara
langsung menambah atau mengurangi modal. Apabila persamaan akuntansi akan dimodifikasi
dengan memasukkan pendapatan dan beban, maka persamaan akuntansi sebaiknya
dinyatakan sebagai berikut:
AKTIVA = KEWAJIBAN + M0DAL
+ (PENDAPATAN - BEBAN)
Saya kurang menyetujui penyajian persamaan dasar
akuntansi seperti tertera di bawah ini:
|
AKTIVA + BEBAN =
KEWAJIBAN + MODAL + PENDAPATAN
|
|
Walaupun secara matematis penyajian di atas tidak
keliru, tetapi untuk tujuan menerangkan hubungan antar komponen-komponen
persamaan dasar akuntansi penyajian di atas sukar dipahami mahasiswa dan
membingungkan. Sebaliknya penyajian cara pertama seperti disebutkan di atas
akan lebih mudah dipahami, dengan catatan bahwa dosen perlu menerangkan
terlebih dahulu hal-hal apa yang dapat mempengaruhi jumlah modal.
Pada
tahapan ini saya berpendapat sebaiknya kita menghindari transaksi yang berkaitan
dengan beban depresiasi aktiva tetap. Buku-buku teks terbitan Amerika yang
banyak digunakan sebagai acuan kebanyakan sudah memasukkan hal ini sejak dini.
Berdasarkan pengalaman saya, sulit sekali untuk menjelaskan kepada mahasiswa
apa yang dimaksud dengan akumulasi depresiasi dan mencantumkannya sebagai
pengurang (dalam tanda kurung) di sisi kiri persamaan akuntansi. Hal ini
sebaiknya kita tunda sampai pada pembahasan jurnal penyesuaian.
Dengan
telah dikenalnya transaksi-transaksi pendapatan dan beban dan pengaruhnya
terhadap elemen-elemen persamaan dasar akuntansi, maka tiba gilirannya
memperkenalkan laporan keuangan yang khusus menggambarkan hasil usaha
perusahaan, yaitu laporan laba-rugi
yang menggambarkan pendapatan, beban, dan laba atau rugi, selama suatu periode
tertentu.
Keberhasilan
dosen dalam menerangkan persamaan dasar akuntansi dan pemakaiannya, serta
hubungannya dengan laporan keuangan, amat menentukan keberhasilan dalam
menerangkan tahap selanjutnya.
2.
Aturan Pendebetan dan Pengkreditan
Pemahaman
tentang persamaan dasar akuntansi merupakan fundamen bagi setiap orang yang
akan mempelajari akuntansi. Jika hal ini telah cukup dipahami, maka tibalah
saatnya untuk mulai memasuki tahapan selanjutnya yaitu menjelaskan mengenai
proses akuntansi. Pada tahap pertama diajarkan tentang pencatatan transaksi
perusahaan dalam jurnal dan buku besar. Tahap ini merupakan bagian yang teramat
penting sehingga dosen dituntut untuk sungguh-sungguh mencari metoda yang tepat
agar mahasiswa benar-benar mendalami cara melakukan pencatatan.
Pertama-tama
perlu ditegaskan bahwa pencatatan transaksi yang dilakukan dalam rangka
menjelaskan persamaan dasar akuntansi bukan merupakan cara mencatat yang lazim
dilakukan dalam praktik akuntansi. Dengan menggunakan persamaan dasar
akuntansi, mahasiswa dilatih untuk menjabarkan pengaruh transaksi terhadap
persamaan akuntansi dengan maksud untuk membiasakan mereka untuk melihat
pengaruh atau akibat suatu transaksi terhadap elemen (atau elemen-elemen)
persamaan dasar akuntansi. Cara penjabaran pengaruh transaksi dilakukan dengan
menggunakan pola berpikir akuntansi yaitu
pola berpikir yang selalu mengaitkan transaksi dengan aktiva, kewajiban, dan
modal. Cara ini juga secara tidak langsung telah membawa mahasiswa untuk
melakukan pencatatan dengan metoda pembukuan berpasangan (double entry).
Pola
berpikir akuntansi yang tertanam dan dipahami mahasiswa merupakan titik tolak
untuk membawa mereka mempelajari cara mencatat transaksi dalam alat-alat
pencatatan yang formal yaitu dalam jurnal dan buku besar. Dalam hal ini hampir
semua saya buku teks memilih untuk menjelaskan pencatatan dalam buku besar
terlebih dahulu, walaupun dalam urutan kegiatan pencatatan pembuatan jurnal
dilakukan sebelum pencatatan dilakukan di buku besar. Cara ini dipandang lebih
efektif karena hal terpenting dalam proses ini adalah menentukan apa yang harus
didebet dan apa yang harus dikredit.
Pada
tahapan ini pertama-tama diperkenalkan alat atau tempat pencatatan dilakukan
yaitu berupa akun atau perkiraan (account).
Bentuk akun yang dianjurkan untuk digunakan sebagai pengenalan pertama adalah akun
berbentuk huruf T (T account) tanpa
kolom-kolom yang lengkap agar mahasiswa tahu bahwa pada prinsipnya akun
memiliki dua sisi. Hindarkan penggunaan kolom-kolom lainnya agar konsentrasi
mahasiswa hanya tertuju pada dua kolom (sisi) yang berbeda yaitu sisi kiri yang
disebut debet dan sisi kanan di sebut kredit.
Penggunaan
akun harus didahului dengan pengenalan sifat-sifat akun. Agar mahasiswa dapat
menghayati sifat akun, sebaiknya diperkenalkan lebih dahulu sifat akun-akun
neraca atau akun-akun riil. Sifat akun sebaiknya tidak diajarkan sebagai
sesuatu yang berasal dari langit dan diterima mahasiswa sebagai bahan hafalan.
Akan sangat besar manfaatnya bila sifat akun dijelaskan latar belakangnya.
Sifat akun riil harus dikaitkan langsung dengan penyajian akun-akun tersebut
dalam neraca. Jadi, karena aktiva disajikan dalam neraca pada sisi kiri, maka
sejalan dengan itu bila aktiva ada atau bertambah, keberadaan atau pertambahan
aktiva tersebut juga akan terjadi pada sisi kiri atau dalam akun disebut sisi
debet. Sebaliknya apabila terjadi pengurangan pada aktiva, maka hal itu akan
terajdi pada sisi kebalikannya atau pada sisi kredit. Hal yang sama dapat
dijelaskan juga untuk sifat akun kewajiban dan akun modal.
Apabila
sifat akun-akun riil dikaitkan dengan penyajian di neraca, sifat akun-akun
nominal tidak bisa begitu saja dikaitkan dengan penyajian di laporan laba-rugi,
karena laporan rugi laba biasanya disajikan dalam bentuk stafel. Oleh karena
itu cara yang dipandang paling logis untuk menerangkan sifat akun nominal
(pendapatan dan beban) adalah menghubungkan akun-akun nominal dengan akun
modal. Akun pendapatan mempuyai pengaruh yang sejalan dengan akun modal, yaitu
jika pendapatan bertambah maka modal juga akan bertambah dan sebaliknya,
sedangkan akun beban mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan modal, yaitu
bila beban bertambah maka modal akan berkurang dan sebaliknya. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa akun pendapatan mempunyai sifat yang sama dengan akun
modal (oleh karenanya jika bertambah harus dikredit dan berkurang didebet) dan akun
beban mempunyai sifat berlawanan dengan akun modal (oleh karenanya jika
bertambah harus didebet dan berkurang dikredit)
Bila
sifat-sifat akun telah diperkenalkan dan latar belakangnya telah dipahami
mahasiswa, maka tidak menjadi persoalan bila mahasiswa menghafalkan sifat-sifat
akun tersebut. Mahasiswa jangan dipaksa menghafalkan sifat-sifat akun, tanpa
memahami alasannya karena hal itu akan membuat mahasiswa terbiasa menghafalkan
apa yang harus didebet dan dikredit dari setiap transaksi. Hafalan semacam itu
biasanya disiapkan sekedar untuk menghadapi ujian yang hanya akan bertahan
sesaat.
Cara
penyampaian yang baik oleh dosen tentang sifat akun seperti diuraikan di atas
hendaknya diikuti dengan pemberian soal-soal latihan sebanyak mungkin. Waktu yang disediakan untuk latihan hendaknya
benar-benar diperhitungkan agar cukup memberi kesempatan berlatih, baik
dikerjakan dalam kelas di bawah bimbingan dan pengawasan dosen, maupun dalam
bentuk tugas-tugas untuk dikerjakan di rumah. Dosen hendaknya menyadari
sungguh-sungguh bahwa pemahaman tentang aturan pendebetan dan pengkreditan
akibat transaksi merupakan bagian yang teramat penting (kalau tidak bisa
dikatakan paling penting) diantara semua kegiatan dalam rangkaian siklus
akuntansi.
Apabila
bagian ini telah dapat dilalui dengan baik, maka proses pencatatan lain seperti
membuat jurnal dan posting ayat-ayat jurnal ke buku besar tidaklah merupakan
bagian yang sulit untuk dipahami mahasiswa. Demikian pula pengenalan mahasiswa
pada bentuk akun lain yang tidak sesederhana akun T, seperti akun bentuk saldo
berjalan (runing balance) dapat
dilakukan tanpa kesulitan yang berarti.
3.
Pembuatan Jurnal Penyesuaian (Adjustment)
Sebagian
besar mahasiswa yang pernah menempuh mata kuliah Akuntansi Pengantar I
berpendapat bahwa materi kuliah yang paling sulit dalam Akuntansi Pengantar I
adalah pembuatan jurnal penyesuaian. Demikian pula para dosen berpendapat bahwa
menanamkan pemahaman materi ini tidaklah mudah. Menurut pengamatan dan
pengalaman saya, kesulitan ini umumnya disebabkan oleh belum matangnya
mahasiswa dalam melakukan pencatatan transaksi yang kunci pokoknya adalah
pemahaman melakukan pendebetan dan pengkreditan ke dalam akun-akun yang sesuai.
Dalam situasi demikian mahasiswa sebenarnya belum siap untuk diajari bagaimana membuat jurnal penyesuaian. Bila
situasi kelas menunjukkan keadaan semacam itu, pemberian materi tentang jurnal
penyesuaian sebaiknya ditunda. Akan
lebih baik hasilnya jika porsi latihan tentang penjurnalan, posting ke buku
besar dan pembuatan neraca saldo ditambah sampai materi tersebut benar-benar
dimengerti.
Pembuatan
jurnal penyesuaian sebagian besar berhubungan dengan apa yang telah dicatat
pada waktu yang lalu yang hasilnya terpampang dalam bentuk neraca saldo di
akhir periode. Bisa dibayangkan betapa sulitnya membuat jurnal penyesuaian
apabila mahasiswa tidak bisa menginterpretasikan arti saldo-saldo yang
tercantum dalam ringkasan hasil transaksi yang berujud neraca saldo
tersebut.
Pertama-tama
perlu dijelaskan tentang alasan mengapa jurnal penyesuaian akhir periode harus
dilakukan. Dalam hal ini mahasiswa perlu diingatkan akan adanya beberapa konsep
dasar yang telah diperkenalkan kepada mereka pada bab sebelumnya, yaitu konsep
tentang pengakuan pendapatan (revenue) dan
beban (expenses) yang didasarkan pada
dasar akrual (accrual basis) , serta
konsep penandingan (matching concept). Konsep-konsep
tersebut perlu dijelaskan dengan bahasa yang sederhana, karena ketiganya
mendasari alasan mengapa pada akhir periode akuntansi perlu dilakukan
penyesuaian. Pemberian penjelasan tentang konsep-konsep tersebut kepada
mahasiswa baru bukanlah hal yang mudah. Dosen dituntut untuk menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti dalam menjelaskan konsep-konsep tersebut tanpa menyimpang
dari pengertian yang sesungguhnya.
Pembuatan
jurnal penyesuaian sebagian besar berkaitan dengan transaksi-transaksi accrual
dan deferral. Untuk dapat membuat jurnal penyesuaian yang diperlukan pada akhir
periode, mahasiswa dituntut untuk memahami kedua tipe transaksi ini. Oleh
karenanya dosen harus sungguh-sungguh menyadari betapa sulitnya bagi mahasiswa
baru untuk memahami hal tersenut.
Tidaklah mudah bagi mahasiswa yang baru beberapa minggu kuliah di perguruan
tinggi untuk memahami bahwa “beban yang dibayar di muka”(prepaid expenses) adalah aktiva. Karena istilah ini dimulai dengan
kata “beban” maka dalam pikiran mereka istilah ini tidak ada bedanya dengan
beban-beban yang lain. Oleh karena itu tekanan harus diberikan pada kata-kata
“dibayar di muka” yang menjadikannya bukan merupakan kelompok beban melainkan
aktiva.
Lebih
sulit lagi adalah menanamkan pengertian bahwa “pendapatan diterima di muka”
merupakan kewajiban atau utang. Mereka sering memiliki pengertian yang keliru
bahwa yang disebut utang adalah sesuatu yang harus selalu dibayar atau
dilunasi dengan uang. Oleh karena itu
sulit bagi mereka untuk memahami bahwa jika perusahaan menerima sejumlah
pendapatan sewa di muka, maka hal itu merupakan utang bagi perusahaan. Untuk
itu dosen dituntut untuk bisa memberi contoh-contoh sederhana dengan
transaksi-transaksi yang biasa ditemui para mahasiswa dalam kehidupan
sehari-hari.
Hal
lain yang menyebabkan pembuatan jurnal penyesuaian dirasakan sulit oleh
mahasiswa adalah bahwa ayat jurnal penyesuaian yang harus dibuat tergantung
pada ayat jurnal yang dibuat sebelumnya. Sebagai contoh, transaksi pembayaran
beban di muka dapat dicatat dengan mendebet akun beban atau dapat pula dicatat
dengan mendebet akun beban dibayar di muka. Jurnal penyesuaian yang diperlukan
pada akhir periode, tergantung pada akun mana yang digunakan perusahaan untuk
mencatat transaksi tersebut pada saat transaksi terjadi. Bisa dibayangkan
betapa sulitnya menentukan jurnal penyesuaian yang diperlukan jika mahasiswa
masih sulit membedakan cara pencatatan transaksi demikian. Oleh karena itu,
sekali lagi perlu ditekankan di sini bahwa kematangan mahasiswa dalam mencatat
(menentukan debet dan kredit) suatu transaksi merupakan syarat mutlak yang
harus dipenuhi sebelum mereka mempelajari pembuatan jurnal penyesuaian.
Mengingat
tingkat kesulitan untuk memahami pembuatan jurnal penyesuaian cukup tinggi bagi
mahasiswa baru, maka sebaiknya dalam satuan acara perkuliahan (SAP) mata
kuliah Akuntansi Pengantar I, materi
pembuatan jurnal penyesuaian dibatasi hanya untuk transaksi accrual dan
deferral saja. Hal-hal lain yang memerlukan penyesuaian pada akhir periode
sebaiknya diterangkan pada kesempatan lain atau dalam mata kuliah lain. Sebagai
contoh, pembuatan jurnal penyesuaian untuk mencatat kerugian piutang dengan
metoda cadangan, sebaiknya tidak diterangkan pada tahap ini, karena mahasiswa
akan sulit sekali mencerna akun yang sama sekali asing yaitu akun Cadangan
Kerugian Piutang (Allowance for Bad
Debts).
Hal
terakhir yang perlu ditekankan pada materi ajaran pembuatan jurnal penyesuaian
ini adalah penegasan kepada para mahasiswa bahwa ayat-ayat jurnal penyesuaian
dilakukan atau dibuat dalam buku jurnal, seperti halnya jurnal yang dibuat
untuk mencatat transaksi-transaksi rutin. Ayat-ayat jurnal penyesuaian ini
selanjutnya juga dibukukan (posting) ke dalam buku besar yang sama sebagaimana
digunakan dalam pembukuan transaksi rutin. Hal ini perlu ditegaskan untuk
mencegah kerancuan dan kebingungan mahasiswa sehubungan dengan digunakannya
neraca lajur (worksheet) yang akan
diuraikan di bawah ini.
4.
Neraca Lajur (Worksheet)
Pertama-tama
perlu dijelaskan pada para mahasiswa bahwa neraca lajur bukan alat pencatatan
yang formal. Neraca lajur atau lebih tepat disebut kertas kerja, merupakan alat
atau media yang digunakan untuk mempermudah dan mempercepat pembuatan laporan
keuangan. Ini berarti bahwa jika kita dapat menyusun laporan keuangan langsung
dari buku besar, maka pembuatan neraca lajur dapat diabaikan. Namun dalam
praktiknya neraca lajur hampir selalu dibuat perusahaan karena manfaatnya yang
sangat besar, tidak saja dalam mempercepat dan mempermudah penyusunan laporan
keuangan, tetapi juga untuk mengurangi kesalahan dalam penyusunan laporan
keuangan.
Secara
teknis pembuatan neraca lajur tidaklah sulit untuk diterangkan, namun dosen
perlu menegaskan bahwa walaupun neraca lajur sangat membantu dalam pembuatan
laporan keuangan, hal itu tidak berarti bahwa data dalam neraca lajur akan
disajikan dengan cara yang sama dalam laporan keuangan. Hal ini nampak terutama
dalam pembuatan neraca. Data dalam kolom “neraca” di neraca lajur, apabila akan
dikutip untuk disajikan dalam neraca yang formal, harus dilakukan dengan
memperhatikan teknis penyusunan neraca. Ini berarti tidak semua data yang
tercantum pada sisi debet (sisi kiri) dalam kolom “neraca” di neraca lajur akan
disajikan pada sisi kiri dalam sebuah neraca. Demikian pula tidak semua data
yang tercantum pada sisi kredit (sisi kanan) dalam kolom “neraca” di neraca
lajur akan disajikan pada sisi kanan dalam sebuah neraca. Hal ini terjadi
karena Prinsip Akuntansi mengatur cara penyajian hal-hal tertentu dalam neraca.
Sebagai contoh, dalam neraca lajur saldo debet akun Prive dicantumkan pada sisi
debet dalam kolom “neraca” . Dalam neraca yang formal yang disusun berdasarkan
neraca lajur tersebut, saldo debet akun Prive tidak dicantumkan pada sisi kiri
neraca karena sisi kiri neraca menggambarkan aktiva (sedangkan prive jelas
bukan aktiva), melainkan dicantumkan dalam laporan perubahan modal atau sebagai
pengurang terhadap modal. Contoh lain, dalam neraca lajur saldo kredit akun
Akumulasi Depresiasi dicantumkan pada sisi kredit. Dalam neraca yang formal
yang disusun berdasarkan neraca lajur tersebut, akun Akumulasi Depresiasi tidak
dicantumkan pada sisi kanan neraca karena sisi kanan neraca menggambarkan
kewajiban dan modal (sedangkan akumulasi depresiasi jelas bukan kewajiban
maupun modal), melainkan dicantumkan pada sisi kiri neraca sebagai pengurang
terhadap akun aktiva tetap yang bersangkutan. Akibatnya total rupiah
kolom-kolom “neraca” di neraca lajur menjadi tidak sama dengan total rupiah
pada sisi kiri dan sisi kanan neraca.
Kolom “Penyesuaian” dalam neraca
lajur diperlukan agar bisa diketahui saldo setelah disesuaikan (jika ada
penyesuaian). Seperti telah disinggung di atas, ayat jurnal penyesuaian yang
sesungguhnya tetap dikerjakan dalam buku jurnal untuk selanjutnya dibukukan ke akun
yang bersangkutan di buku besar. Hal ini perlu ditegaskan kepada para
mahasiswa, karena tidak jarang mahasiswa mengartikan bahwa jurnal penyesuaian
dibuat dalam neraca lajur.
Ketidakjelasan
media yang digunakan untuk mencatat di atas akan dapat diatasi apabila pembelajaran
Akuntansi Pengantar I dilengkapi dengan practice set. Mahasiswa diberi satu set
transaksi selama satu bulan untuk dicatat dalam kertas kerja yang telah
disediakan yang terdiri dari : lembar jurnal, lembar buku besar, lembar neraca
saldo, lembar neraca lajur, dan lembar laporan keuangan. Dengan cara ini
menjadi jelas bagi mahasiswa bahwa jurnal penyesuaian dikerjakan dalam lembar
jurnal untuk kemudian dibukukan ke dalam lembar buku besar yang merupakan
lembar tersendiri (terpisah). Jurnal penyesuaian tersebut juga dicantumkan pada
kolom “Penyesuaian” di neraca lajur yang juga merupakan lembar terpisah.
Practice set bisa menjadi alat peraga yang efektif dalam memvisualisasikan
proses pencatatan dibandingkan dengan hanya menerangkan melalui gambar di papan
tulis.
5.
Jurnal Penyesuaian Kembali (Reversing Entry)
Materi pembelajaran
tentang pembuatan jurnal penyesuaian kembali (reversing entry)merupakan salah satu materi yang tidak mudah dalam pembelajaran
Akuntansi Pengantar I. Dalam berbagai kesempatan melakukan wawancara pada
beberapa calon tenaga dosen dan asisten untuk Jurusan Akuntansi, saya sering
meminta mereka untuk menjelaskan pembuatan jurnal penyesuaian kembali. Mereka
adalah sarjana Jurusan Akuntansi (untuk dosen) dan mahasiswa Jurusan Akuntansi
yang telah menempuh lebih dari 110 SKS pada Jurusan Akuntansi (untuk asisten).
Ternyata banyak yang tidak dapat menjelaskan dengan baik atau bahkan memberi
jawaban yang sama sekali keliru. Kesulitan yang dihadapi terutama dalam
menjelaskan tujuan pembuatan jurnal penyesuaian kembali dan menentukan jurnal
penyesuaian mana yang perlu disesuaikan kembali.
Pertama-tama
perlu dijelaskan bahwa pembuatan jurnal penyesuaian kembali bersifat optional.
Artinya tidak wajib dibuat oleh setiap perusahaan. Hal ini berkaitan erat dengan tujuan
pembuatan jurnal penyesuaian kembali yaitu untuk memudahkan pencatatan
transaksi-transaksi yang berulang setiap minggu atau bulan yang pencatatannya
dilakukan melalui standar jurnal tertentu dan pada akhir periode sebelumnya
telah dilakukan penyesuaian. Sebagai contoh pembayaran upah atau gaji dilakukan
setiap akhir minggu atau akhir bulan dengan jurnal standar: Debet: Beban Gaji
dan Upah; dan Kredit: Kas. Apabila pada akhir tahun dibuat jurnal penyesuaian
untuk mencatat utang gaji yang dilakukan dengan mendebet akun Gaji dan Upah dan
mengkredit akun Utang Gaji dan Upah (Catatan: debet dan kredit ayat jurnal
penyesuaian ini tidak sama dengan jurnal standar di atas), maka akan bermanfaat
sekali bila kita membuat penyesuaian kembali pada awal tahun berikutnya,
sehingga pada saat dilakukan pembayaran rutin atas gaji dan upah, hal tersebut
dapat dicatat dengan jurnal standar di atas tanpa memikirkan adanya utang gaji.
Dari contoh ini terlihat bahwa pembuatan jurnal penyesuaian kembali akan terasa
bermanfaat jika cara pencatatan yang berlaku pada perusahaan menganut jurnal
standar tertentu.
Persoalan
lain adalah “kapan sebaiknya materi ini disampaikan kepada mahasiswa”, apakah
setelah selesai pembahasan tentang jurnal penyesuaian ataukah pada bagian lain.
Sebagian dosen mengajarkan materi ini segera setelah selesai membahas jurnal
penyesuaian dengan pertimbangan bahwa materi pembuatan jurnal penyesuaian masih
hangat dalam ingatan mahasiswa. Menurut hemat saya, cara ini mengandung
“bahaya” yang kadang-kadang bisa berakibat sangat serius. Pertama, cara ini tidak sejalan dengan urutan
kegiatan dalam proses akuntansi, sehingga akan mengganggu upaya kita dalam
memberikan ilustrasi tentang jalannya silus akuntansi. Kedua, cara ini juga
bisa memancing mahasiswa untuk menjurnal balik semua jurnal penyesuaian yang
telah dilakukan, tanpa memandang perlu tidaknya hal itu dilakukan yang
akibatnya merusak seluruh jurnal penyesuaian yang diperlukan. Menurut hemat saya,
materi ini sebaiknya diajarkan setelah semua tahapan dalam siklus akuntansi
dikerjakan, yaitu setelah dilakukan penutupan buku, karena dalam praktik
kegiatan ini dilakukan menjelang perusahaan memulai kembali kegiatan pencatatan
pada tahun buku yang baru.
6.
Penutupan Pembukuan
Menutup
pembukuan adalah istilah tehnis akuntansi yang dilakukan dengan membuat jurnal
penutup pada akhir periode akuntansi. Pada hakekatnya menutup pembukuan berarti
mengakhiri akun-akun tertentu karena saldo akun tersebut tidak akan dibawa ke
periode akuntansi berikutnya. Mengapa demikian?
Untuk
menjelaskan hal ini dosen harus kembali ke bab sebelumnya, yaitu pada
pembicaraan tentang timbulnya kelompok-kelompok akun di saat dosen mulai
memperkenalkan bentuk dan sifat-sifat akun. Seperti kita ketahui, pada tahap
awal mahasiswa hanya diperkenalkan pada tiga kelompok akun, yaitu akun aktiva, akun
kewajiban, dan akun modal, yaitu akun-akun yang tergolong dalam kelompok akun
neraca atau akun riil. Kelompok akun tersebut memberi gambaran tentang posisi
keuangan perusahaan Dengan mulai diperkenalkannya transaksi-transaksi
pendapatan dan beban, maka muncul kelompok akun baru yaitu akun pendapatan dan akun
beban, yang disebut juga kelompok akun nominal. Akun-akun ini sebenarnya hanya
merupakan “kepanjangan tangan” dari akun modal. Disebut demikian karena
pendapatan dan beban akan berpengaruh pada bertambah atau berkurangnya modal.
Namun mengingat bahwa informasi tentang pendapatan dan beban diperlukan untuk
memberi gambaran tentang hasil operasi perusahaan yang seringkali harus cukup
rinci, maka pendapatan dan beban dicatat dalam akun-akun tersendiri. Kelompok akun
ini memberi gambaran tentang hasil operasi perusahaan yang tidak bisa digambarkan
oleh kelompok akun riil. Kelompok akun nominal disebut juga akun-akun sementara
(temporary accounts) karena
keberadaannya hanya sementara yaitu sampai akhir periode.Pada akhir periode akun-akun sementara ini harus diakhiri yaitu
dengan cara memindahkan saldo-saldonya ke akun modal (melalui akun Rugi-Laba).
Proses pemindahan akun-akun sementara atau akun nominal ke akun modal inilah
yang disebut proses penutupan buku. Secara tehnis proses pemindahan atau
penutupan ini dilakukan dengan membuat jurnal yang disebut jurnal penutup.
Akun-akun
riil yaitu akun-akun aktiva, kewajiban, dan modal tidak perlu ditutup, karena akun-akun
tersebut saldonya akan dibawa ke periode akuntansi berikutnya. Itulah sebabnya akun-akun
riil disebut juga akun permanen (permanent
accounts).
Uraian
di atas perlu diungkapkan kepada para mahasiswa karena dengan uraian tersebut
proses penutupan buku dengan alasan-alasannya menjadi mudah difahami mahasiswa.
Proses pembuatan jurnal penutup menjadi jelas urutan langkahnya. Proses tersebut
bisa dibagi menjadi empat langkah sebagai berikut, yaitu:
1. Memindahkan saldo akun-akun pendapatan ke akun Rugi-Laba (Debet:
Akun Pendapatan; Kredit: Rugi-Laba).
2. Memindahkan saldo akun-akun beban ke akun Rugi-Laba (Debet: Rugi-Laba; Kredit: Akun Beban)
3. Memindahkan saldo akun Rugi-Laba ke akun Modal.
4. Memindahkan saldo akun prive (jika ada) ke akun Modal.
7.
Neraca Saldo Setelah Penutupan Buku
Tahapan
terakhir dalam siklus akuntansi adalah menyusun neraca saldo setelah penutupan
buku. Menjelaskan cara membuat neraca saldo setelah penutupan buku bukanlah pekerjaan yang
sulit, tetapi yang penting pada tahap ini adalah menjelaskan apa tujuan
pembuatan neraca saldo setelah penutupan buku.
Mahasiswa
harus diingatkan bahwa laporan keuangan (termasuk didalamnya neraca) disusun
berdasarkan data yang dihasilkan oleh neraca lajur. Cara ini ditempuh
karena melalui neraca lajur proses
penyusunan laporan keuangan bisa dilakukan dengan lebih cepat dan lebih mudah .
Selain itu risiko terjadinya kesalahan dalam proses penyusunan laporan keuangan
bisa dikurangi. Sementara itu pembuatan jurnal penyesuaian dan jurnal penutup
berikut pembukuannya (posting) ke buku
besar dilakukan setelah laporan keuangan tersusun. Idealnya walaupun laporan
keuangan disusun melalui neraca lajur,
data yang tercantum dalam laporan keuangan tetap harus sama dengan data
yang tercantum dalam buku besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan
data saldo yang terdapat dalam buku besar setelah penutupan buku dengan data
yang tercantum neraca. Inilah kunci persoalan mengapa perusahaan perlu menyusun
neraca saldo setelah penutupan buku.
8.
Pendekatan HPP dan Non-HPP dalam Akuntansi untuk Perusahaan Dagang
Butir-butir
persoalan yang perlu mendapat perhatian dosen dalam pembelajaran Akuntansi Pengantar
di atas berlaku baik untuk perusahaan jasa maupun perusahaan dagang. “Masalah”
yang akan diuraikan berikut ini khusus dijumpai dalam akuntansi untuk
perusahaan dagang. Persoalan yang dimaksud bermula pada tahapan pembuatan
jurnal penyesuaian dan selanjutnya juga akan berpengaruh pada pembuatan neraca
lajur dan jurnal penutup. Bagi para sarjana akuntansi yang telah mempelajari
akuntansi sampai tingkat lanjut, apa yang akan diuraikan di bawah ini bukan
merupakan masalah, karena hanya
merupakan variasi dalam metoda pencatatan, tetapi secara prinsip tidak
bertentangan dan hasil akhirnya tidak berbeda. Akan tetapi bagi para pengajar
Akuntansi Pengantar yang sangat peduli pada upaya untuk menjelaskan setiap
materi dengan penalaran yang teratur, hal ini sering menjadi ganjalan dan
selalu menjadi bahan diskusi yang belum terpecahkan dengan memuaskan.
Sebagaimana
diketahui bahwa pada Akuntansi Pengantar I, metoda pencatatan persediaan yang
dianut adalah metoda fisik (metoda
periodik), dengan pertimbangan bahwa metoda ini sederhana dan banyak digunakan
dalam perusahaan kecil. Metoda persediaan perpetual yang lebih canggih baru
akan dibahas pada Akuntansi Pengantar II. Pada metoda fisik, transaksi pembelian barang dagangan
dicatat dengan mendebet akun Pembelian dan penentuan persediaan akhir periode
dilakukan berdasarkan hasil perhitungan
fisik. Angka persediaan akhir ini dengan
jurnal tertentu di debet ke akun Persediaan. Pada buku-buku teks
Accounting Principles versi lama, pencatatan persediaan akhir (hasil
perhitungan fisik) dicatat dalam pembukuan melalui jurnal penyesuaian dengan mendebet akun Harga Pokok Penjualan
(HPP). Melalui jurnal penyesuaian pula saldo persediaan awal dan pembelian
(termasuk retur pembelian dan potongan pembelian) dipindahkan ke akun Harga
Pokok Penjualan.Dengan jurnal penyesuaian tersebut maka diperoleh dua manfaat,
yaitu (1) akun Persediaan menunjukkan saldo per akhir tahun, sesuai dengan
jumlah yang sesungguhnya ada dalam persediaan (on hand), dan (2) dalam
pembukuan segera terlihat angka harga pokok penjualan yang selama ini tidak
nampak (berbeda dengan metoda perpetual yang selalu menunjukkan besarnya harga
pokok penjualan. Keuntungan lebih lanjut dirasakan dalam pembuatan neraca
lajur. Dalam proses mendistribusikan saldo-saldo akun yang tercantum dalam
kolom “neraca saldo setelah disesuaikan” (adjusted
trial balance) ke dalam kolom-kolom rugi-laba atau neraca, semuanya dapat
dilakukan dengan mengikuti aturan baku yang enak diikuti , yaitu: semua aktiva
dicantumkan pada kolom kiri neraca, kewajiban dan modal pada kolom kanan
neraca, semua beban pada kolom kiri rugi-laba, dan pendapatan pada kolom kanan
rugi-laba.Aturan-aturan ini sangat mudah diikuti mahasiswa dan sejalan dengan
saldo normal akun-akun dan tempat penyajian akun dalam laporan keuangan.
Keuntungan lebih lanjut juga dirasakan pada pembuatan jurnal penutup.
Sebagaimana disinggung pada butir 6 di atas, jurnal penutup dibuat untuk
memindahkan saldo akun-akun sementara (yang tidak lain adalah akun pendapatan
dan beban) ke akun Modal melalui akun Rugi-Laba. Aturan bakunya yang sangat
mudah diikuti adalah: semua akun pendapatan didebet dan dikredit akun R/L, dan
semua akun beban dikredit dan didebet akun R/L. Dalam buku-buku teks terbitan
sekarang, persediaan akhir tidak lagi dicatat dalam pembukuan melalui harga
pokok penjualan. Untuk ini dikenal dua macam metoda, yaitu (1) metoda jurnal
penutup (closing-entry method), dan
(2) metoda jurnal penyesuaian (adjusting-entry
method). Dalam metoda jurnal penutup, saldo persediaan akhir tidak dicatat
ke dalam pembukuan melalui jurnal penyesuaian, melainkan akan dicatat kemudian
melalui jurnal penutup. Demikian pula halnya dengan akun Persediaan (yang
menunjukkan saldo persediaan awal) dan akun Pembelian tidak disesuaikan,
sehingga dalam kolom “neraca saldo setelah disesuaikan” di neraca lajur saldo akun
Persediaan tetap menunjukkan sebesar jumlah persediaan awal dan akun-akun yang
bersangkutan dengan pembelian (Pembelian, Retur Pembelian, Potongan Pembelian,
dan Beban Angkut Pembelian) tetap tidak berubah. Akibat “kurang menyenangkan”
mulai dirasakan pada tahap penyelesaian neraca lajur, yaitu pada saat akan
dilakukan pendistribusian angka-angka saldo dari kolom “neraca saldo setelah
disesuaikan”. Pada tahap ini saldo persediaan awal dimasukkan ke dalam sisi
kiri kolom Rugi-Laba, dan angka saldo persediaan akhir dimasukkan ke dalam
sisi kanan di kolom Rugi-Laba. Pada saat
yang bersamaan saldo persediaan akhir juga dicantumkan pada sisi kiri pada
kolom Neraca. Cara ini sungguh menyimpang dari aturan baku yang berlaku bagi akun-akun lainnya, dan
terasa seperti “dipaksakan” yang bagi para pemula sering sukar dimengerti.
Akibatnya bagian ini dihafalkan mahasiswa tanpa dimengerti alasannya. Situasi
kurang menyenangkan terulang kembali pada saat pembuatan jurnal penutup. Di
sini aturan baku
pembuatan jurnal penutup yang sangat mudah diterima nalar seperti diuraikan di
atas juga disimpangi. Pada tahap pertama “pokoknya” semua akun sementara yang
bersaldo kredit plus akun persediaan (sebesar saldo akhir) didebet dengan
kredit akun R/L; dan semua akun sementara bersaldo debet plus akun persediaan
(sebesar saldo persediaan awal) dikredit dengan debet akun R/L. Jurnal penutup
ini sangat menyimpang dari aturan baku karena akun persediaan bukan merupakan akun
nominal dan bukan pula akun sementara. Akun persediaan adalah akun permanen
yang saldonya akan dibawa ke periode berikutnya.
Tidak heran dengan metoda semacam ini mahasiswa akhirnya menghafalkan
jurnal penutup dengan didahului kata “pokoknya” , yang tentu saja kurang baik
ditinjau dari segi metoda belajar.
Dalam metoda jurnal
- penyesuaian, saldo akhir persediaan tidak dimasukkan ke dalam pembukuan
melalui jurnal penutup, melainkan
melalui jurnal penyesuaian. Namun berbeda dengan metoda terdahulu, saldo akun
persediaan awal dan saldo persediaan akhir
melalui jurnal penyesuaian dicatat dengan mendebet dan mengkredit akun
Rugi-Laba (Income Summary) sebagai
berikut:
Persediaan (akhir)…………………….. xxx
Rugi-Laba………………………. xxx
Rugi-Laba………………………………. xxx
Persediaan (awal)……………… xxx
Menurut pemahaman saya, metoda ini lebih baik daripada metoda
jurnal-penutup. Dalam proses pengerjaan neraca lajur, satu-satunya ganjalan
yang sering dirasa agak “mengganggu” adalah munculnya akun Rugi-Laba yang
bercampur dengan akun-akun lain dalam batang tubuh neraca lajur, sehingga total
jumlah sisi debet kolom rugi-laba tidak lagi mencerminkan total beban, dan
total sisi kanan dalam kolom rugi-laba tidak mencerminkan total pendapatan.
Namun secara keseluruhan metoda ini masih lebih mudah dimengerti oleh para
mahasiswa daripada metoda jurnal-penutup.
Seperti telah
dikemukakan di atas, ketiga metoda tersebut sebenarnya sama-sama dapat
digunakan dan akan menghasilkan laporan keuangan yang sama, namun jika dosen
mewajibkan para mahasiswa untuk menggunakan acuan buku teks berbahasa Inggris
terbitan sekarang, hampir semuanya menggunakan metoda jurnal-penutup yang
kurang disukai oleh kebanyakan dosen pengajar mata kuliah Akuntansi Pengantar
yang saya kenal, karena alasan-alasan seperti diuraikan di atas. Sebagai jalan
keluar, dosen akhirnya mengajarkan semua metoda di atas dan mahasiswa dibiarkan
memilih metoda yang paling mereka sukai.
PENUTUP
Pembelajaran Akuntansi Pengantar di perguruan tinggi memiliki posisi
yang strategis dalam membentuk pemahaman peserta didik (mahasiswa) dalam
mempelajari akuntansi pada tingkat berikutnya. Oleh karena itu dosen dituntut
untuk mengajarkan mata kuliah ini dengan menekankan pada konsep-konsep dan
logika serta alasan yang jelas. Dosen juga perlu secara terus menerus
memperbaiki diri dalam mencari metoda yang tepat untuk mengajarkan mata kuliah
ini.
Yogyakarta, 1 Juli 2009
DAFTAR PUSTAKA
Horngren, Charles T., and Walter T. Harrison, Jr., Accounting, Second Edition, Prentice
Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 1993
Thacker, Ronald. J.,Accounting Principles, 2nd. Edition, Prentice-Hall, Inc,
Englewood Cliffs, New Jersey, 1979.
Weygant, Jerry J., Donald E. Kieso, and Walter G.
Kell, 7th Edition, Accounting
Principles, John Wley & Sons, Inc, New York, 2005.
Warren, Carl s., Philip E. Fess, and James M. Reeve, Accounting, South-Western College
Publishing, 18 th. Ed., Cincinnati,
Ohio, 1996.