CONTOH MAKALAH PENGERTIAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN | PENGERTIAN DAN DASAR PEMIKIRAN SENI BERPOLITIK |PENGERTIAN DASAR HUKUM PILKADA


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
            Dalam Pembukaan UUD 1945 telah tercantum bahwa tujuan politik Negara Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi dan keadilan sosial.
            Politik luar negeri Indonesia adalah bebas dan aktif. Bebas dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Aktif dalam pengertian peran Indonesia dalam percaturan internasioanl tidak bersifat reaktif dan Indonesia tidak menjadi objek percaturan internasional.
            Politik luar negeri Indonesia berlandaskan pada Pembukaan UUD 1945 yakni melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, keadilan sosial, serta anti penjajahan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
            Begitulah prinsip ideal yang dianut perpolitikan Indonesia, hanya sayangnya tidak semua insan perpolitikan Indonesia mampu mengaplikasikan prinsip tersebut. Karena elit politik semakin menjauh dari pradigma, “Melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan seterusnya”. Kenyataan membuktikan bahwa mereka memiliki tujuan terselubung dibalik jabatan yang mereka emban.
            Dewasa ini kesemrawutan dunia politik Indonesia semakin mencuat ke permukaan. Korupsi menjamur mulai dari kaum elit politik pejabat kelas atas hingga sampai sekelas RT pun mampu melakukannya. Politik terselubung juga terjadi dalam fenomena pemilihan, dan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah tentang pemilihan kepala daerah.

            Dalam makalah yang ada di tangan anda ini juga akan memuat tentang bagaimana seni berpolitik menjelang pilkada sesuai dengan Pncasila dan UUD 1945 yang terangkum dalam PKN.

B. Tujuan
1.      Untuk memenuhi salah satu tugas individual Ujian Tengah Semester mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
2.      Untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana berpolitik yang baik dan sesuai hukum.
3.      Membenahi pola pikir khususnya penulis umumnya pembaca dalam hal berpolitik.
4.      Membenahi pola pikir masyarakat Indonesia tentang parpol yang bernapaskan Islam.
5.      Meraih Ridha Allah dengan berbagi ilmu yang Insya Allah berguna.

C. Permasalahan
1.      Terjadinya pertentangan antara Nasionalisme dan Islam dalam kancah perpolitikan Indonesia.
2.      Terjadi penyelewengan-penyelewangan yang dilakukan oleh beberapa calon kepala daerah dalam fenomena pilkada
 


BAB II
KAJIAN TEORITIS


A. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
            Pendidikan diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku yang di dalamnya terjadi interaksi antara pendidik dan peserta didik. Dan Kewarganegaraan diartikan sebagai ilmu yang membahas bagaimana hubungan warga Negara dengan Negara.
            Melalui pendidikan kewarganegaraan diharapkan akan terlahirnya warga Negara yang :
      1.      Memiliki wawasan kehidupan berbangsa dan bernegara
      2.      Lebih cinta kepada Allah SWT
      3.      Lebih mengutamakan keamanan dan persiapan
      4.      Memiliki wawasan secara komprehensif tentang ideology, sosial, politik budaya dan Hankam

B. Pengertian dan Dasar Pemikiran Seni Berpolitik
v Pengertian Politik
            Kata “politik” secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang akar katanya adalah polis, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu Negara dan teia berarti urusan. Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga Negara suatu bangsa. Politik merupakan suatu rangkaian asa, prinsip, keadaan, jalan, cara dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita kehendaki.
            Dalam bahasa inggris, politics adalah suatu rangkain asas (prinsip), keadaan, cara, dan alat yang digunakan untuk mencapai cita-cita atau tujuan tertentu. Sedangkan Policy artinya kebijaksanaan, adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan yang dianggap dapat lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita atau tujuan yang dikehendaki.
            Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan Negara dan cara melaksanakannya. Pelaksanaan tujuan itu memerlukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan, pembagian, dan alokasi sumber-sumber yang ada.
            Perlu diingat bahwa penentuan kebijakan umum, pengaturan, pembagian maupun alokasi sumber-sumber yang ada memerlukan kekuasaan dan wewenang (octhority). Kekuasaan dan wewenang ini memainkan peran yang sangat penting dalam pembinaan kerjasama dan menyelesaikan konflik yang mungkin muncul dalam proses pencapaian tujuan.
            Dengan demikian, politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan Negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan (policy) dan distribusi atau alokasi sumber daya.

C. Pengertian dan Dasar Hukum Pilkada
            Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintah. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota masyarakat (yang memenuhi syarat) diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu. Pelaksanaan dari demokrasi ini telah dilakukan dari dahulu di berbagai daerah di Indonesia hingga Indonesia merdeka sampai sekarang ini.
            Demokrasi di Negara Indonesia bersumberkan dari Pncasila dan UUD ’45 sehingga sering disebut dengan demokrasi pancasila. Demokrasi Pncasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan. Indonesia pertama kali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir tahun 1955 yang diikuti oleh banyak partai ataupun perorangan. Dan pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu yang secara langsung untuk memilih wakil-wakil rakyat serta presiden dan wakilnya. Dan sekarang ini mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
            Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia, antara lain :
      1.      Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
      2.      Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945 . seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No. 32 Thaun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pngangkatan, dan Pemberhrntian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
      3.      pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bnagsa tentang pentingnya memilih pemimpin ynag benar sesuai nuraninya.
      4.      Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin local. Semakin baik pemimpin local yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin local dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
      5.      Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

BAB III
PEMBAHASAN


A. Meluruskan Pradigma yang Mempertentangkan Islam dengan
     Nasionalisme
            Apabila mencermati situasi dan kondisi aktual, saat ini tampak bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia sedang menghadapi cobaan yang besar. Kurangnya kecintaan terhadap tanah air, kurangnya kesadaran untuk persatuan dan kesatuan, kurangnya kesadaran bermoral mulia dan kurangnya kecintaan terhadap Allah SWT.
            Hal tersebut tercermin dalam fenomena segelintir kelompok yang mempertentangkan antara Nasionalisme dengan Islam. Sesungguhnya sepanjang sejarah bangsa Indonesia keduanya tidak pernah menjadi pertentangan, tokoh-tokoh pendiri bangsa ini adalah tokoh yang agamis sekaligus Nasionalis. Terlihat juga dalam fenomena dimana partai yang bernafaskan Islam dianggap sebagai ancaman dan merusak keutuhan dan persatuan bangsa. Namun menganggap asas Islam sebagai dalam kehidupan berpolitik pun terbantahkan, justru keberadaannya menjadi perekat yang memperkuat keutuhan bangsa. Inilah makna kebhinekaan dalam konteks pancasila yang mengakui adanya perbedaan.
            Inilah akibat dari kurangnya pemahaman masyarakat Indonesia terhadap bagaimana menerapkan dan mewujudkan Pancasila, Undang Undang serta tujuan mulia PKN dalam tatanan kehidupan berwarga Negara.
            Mengopinikan Islam seolah-olah menjadi momok yang ditakuti oleh masyarakat terlebih lagi oleh konsep Islam dan Negara, Islam dan Perbedaan, Islam dan kehidupan sosial dan lain sebagainya. Target dan goal yang ingin dicapai sebetulnya adalah mempersempit Islam dalam kehidupan keberIslaman masyarakat muslim terbatas pada ibadah ritual saja, sehingga melemahlah kaum muslimin dalam kancah peraaban saat ini.
            Yang menjadi polemik saat ini, yang langsung atau tidak langsung mempertentangkan Islam yang dalam kehidupan berpolitiknya diantaranya diwakili oleh partai politik Islam, seolah-olah keberadaannya mengancam keberlansungan kehidupan berbangsa kita di Indonesia. Sehingga muncul pandangan untuk menghapus asas Islam dalam kehidupan berpolitik dan kembali kepada asa tunggal seperti pada era represif dan otoriter di masa orde baru, yang justru menjadi alat dan alasan bagi penguasa di zaman orde baru untuk mengkebiri lawan politiknya.
            Nasionalisme kebangsaan kita di Indonesia salah satunya diwakili dengan “Bhineka Tunggal Ika”. Berbeda tapi dibingkai dalam satu kesatuan. Kalaulah Islam anti perbedaan atau menolak kebhinekaan atau menghancurkan persatuan dan kesatuan, seperti yang dikhawatirkan dan diopinikan, maka boleh jadi saat itu di Madinah hanya terdapat pemeluk Islam saja, dan hak-hak kaum minoritas dipasung sedemikian rupa. Kenyataannya tidak ! Justru di Madinahlah Nabi SAW mulai memberikan perhatian yang cukup serius untuk menciptakan suatu organ yang dapat diterima semua pihak untuk menangani semua urusan yang ada di kota itu.
            Seringkali terdapat slogan cinta tanah air hanya sebatas retorika dan simbolik saja, yang kehilangan makna dan hakikatnya. Pertanyaan seperti apa bentuk cinta tanah air Indonesia? Dahulu ketika bangsa ini dijajah, maka bentuk cinta tanah air yang paling nyata salah satunya adalah upaya melindungi tiap jengkal tanah air Indonesia dari kezaliman para penjajah. Di era saat ini, memaknai cinta tanah air adalah dengan kesungguhan membersihkan bangsa ini dari perilaku korup yang telah mengakar dan mendarah daging dalam kehidupan berbangsa kita, mengartikan cinta tanah air dengan upaya menyelamatkan generasi muda bangsa ini dari bahaya narkoba dan pergaulan bebas yang berakibat pada degradasi moral dan hilangnya generasi penerus kehidupan bangsa, mengisi cinta tanah air dengan aktivitas produktif untuk meningkatkan kualitas kehidupan bangsa, kualitas pendidikan bangsa, dengan memutuskan masalah kemiskinan serta masalah-masalah lain yang muaranya berawal dari ketidakmampuan meningkatkan produktivitas bangsa ini. Islam sering dianggap tidak mampu berlaku adil cenderung bersikap diskriminatif. Rasanya tidak ada catatan sejarah, ketika Islam mayoritas maka yang minoritas menjadi tertindas.
            Sesungguhnya Nasionalisme dan Islam dalam perjalanan sejarah bangsa ini tidak pernah menjadi pertentangan. Tokoh-tokoh pendiri bangsa ini adalah tokoh yang agamis sekaligus Nasionalis. Menganggap Islam sebagai musuh bagi kehidupan berbangsa kita, sama saja menutup mata dan telinga kita dari kenyataan sejarah yang menunjukan Islam dan tokoh-tokohnya seperti Bapak Moh. Yamin, H. Agus Salim, dan lain-lain, telah memberikan sumbangsih besar baik tenaga maupun pikiran bagi kehidupan dan keutuhan berbangsa kita saat ini.
            Mempermasalahkan kerberadaan partai politik bernafas Islam yang dianggap akan melunturkan atau merusak keutuhan dan persatuan bangsa, sama saja dengan menganggap keberadaan ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis dan lain-lain mengancan keutuhan dan persatuan bangsa, karena sesungguhnya sebagian besar masa partai-partai politik bernafaskan Islam tersebut adalah warga ormas Islam yang ada di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah.
Sehingga isu Islam akan melemahkan kesatuan dan persatuan bangsa tidak beralasan. Menganggap asa Islam dalam kehidupan berpolitik sebagi ancaman pun terbantahkan, justru keberadaannya menjadi perekat yang memperkuat keutuhan bangsa. Sesungguhnya itulah makna kebhinekaan kita dalam konteks Pancasila, yang mengakui adanya perbedaan. Jadi jelaslah bahwa isu itu dilontarkan semata karena ketakutan mereka yang tidak ingin lahan korupsi mereka hilang. Oleh mereka-mereka yang ingin kembali ke masa orde baru, yang bertindak atas nama kepentingan rakyat, padahal pencuri uang rakyat. Oleh mereka yang tidak ingin melihat bangsa ini maju dan berubah menjadi lebih baik.

B. Membenahi Penyelewengan-Penyelewengan Politik dalam Fenomena
     Pilkada
            Pilkada ini ditujukan untuk memilih Kepala Daerah di 226 wilayah yang tersebar dalam 11 provinsi dan 215 di kabupaten dan kota. Rakyat memilih kepala daerah masing-masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing-masing. Dengan begini diharapkan kepala daerah yangterpilih merupakan pilihan rakyat daerah tersebut.
            Dalam pelaksanaannya pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Derah masing-masing. Tugas ynag dilakukan KPUD ini sangat berat yaitu mengatur pelaksanaan pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon, persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pilkada ini. Dalam pelaksanaannya selalu saja ada masalah timbul. Seringkali ditemukan pemakaian ijasah palsu oleh bakal calon. Hal ini sangat memperihatinkan sekali. Seandainya calon tersebut dapat lolos bagaimana nantinya daerah tersebut karena telah dipimpin oleh orang yang bermental korup. Karena mulai dari awal saja sudah menggunakan cara yang tidak benar. Dan juga biaya untuk menjadi calon yang tidak sedikit, jika tidak iklas ingin memimpin maka tindakan yang pertama adalah mencari cara bagaimana supaya uangnya dapat segera kembali atau “balik modal”. Ini sangat bahaya sekali.
            Dalam pelaksanaan pilkada ini pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Sehingga dia akan mengerahkan massanya untuk mendatangi KPUD setempat. Kasus-kasus yang masih hangat yaitu pembakaran kantor KPUD salah satu provinsi di pulau Sumatera. Hal ini membuktikan sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat. Sehingga dari KPUD sebelum melaksanakan pemilihan umum, sering kali melakukan ikrar siap menang dan siap kalah. Namun tetap saja timbul masalah-masalah tersebut.
            Selain masalah dari para bakal calon, terdapat juga permasalahan yang timbul dari KPUD setempat. Misalnya saja di Jakarta, para anggota KPUD terbukti melakukan korupsi dana Pemilu tersebut. Dana yang seharusnya untuk pelaksanaan pemilu ternyata dikorupsi. Tindakan ini sangat memprihatinkan. Dari sini dapat kita lihat yaitu rendahnya mental para pejabat. Dengan mudah mereka memanfaatkan jabatannya untuk kesenangan dirinya sendiri. Dan mungkin juga ketika proses penyeleksian bakal calon juga kejadian seperti ini. Misalnya agar bisa lolos seleksi maka harus membayar puluhan juta.
            Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan-penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti diantaranya :
      1.      Money politik.
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang.
      2.      Intimidasi
Intimidasi juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah penulis oknum pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng sekali dari aturan pelaksanaan pemilu.
      3.      Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah jelas seklai aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala Daerah saat itu melakukan kunjungan ke berbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV local sering digunakan sebagai media kampanye. Bakal calon menyampaikan visi misinya dalam acara tesebut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.
      4.      Kampanye negatif
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar mereka menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya final yang dapat merusak integritas daerah tersebut.

v Solusi
            Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana kita dapat meminimalkan kendala-kendala itu. Untuk itu diperlukan peran serta masyarakat karena ini tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja. Untuk menanggulangi permasalahan yang timbul karena pemilu antara lain :
1.      Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama-sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh-tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi suri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.
2.      Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.
3.      Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.
4.      Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip-prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik.

BAB IV
PENUTUP


A. Kesimpulan
            Tujuan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia ternyata belum terealisasi dengan sempurna, hal tersebut dapat dilihat pada fenomena dipertentangkannya antara Islam dengan Nasionalisme. Islam dianggap sebagai ancaman dalam dunia perpolitikan, namun hal tersebut terbantahkan karena terbukti Islam adalah perekat yang memperkuat keutuhan bangsa, sebagai realisasi tujuan PKN yaitu menambah kecintaan kepada Allah SWT.
            Walaupun demikian Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah ada dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Hal tersebut bisa dilihat dimana Pemerintah Indonesia telah mulai mengintensifkan penerapan nilai-nilai Pancasila dan UUD yaitu penerapan demokrasi secara menyeluruh contohnya dalam fenomena kepala daerah langsung dipilih oleh masyarakat.

B. Saran
Ø  Semoga kedepannya pendidikan kewarganegaraan diberikan lebih dini mungkin sejak usia PAUD, hal ini diharapkan supaya terlahirnya individu yang lebih memahami khususnya bagaimana berpolitik yang sesuai dengan PKN.
Ø  Semoga PILKADA mendatang akan jauh lebih netral dari segala bentuk penyelewengan dan politik terselubung.
Ø  Bangsa yang belajar adalah bangsa yang selalu berbenah diri. Marilah kita membenahi moral bangsa ini melalui PKN mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang dan mulai dari hal yang terkecil.


DAFTAR PUSTAKA


Pendidikan Kewarganegaraan/Tim Penyusun, S. Sumarsono. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2001.


 BIODATA PENULIS


Nama                           : SITI NURHAYATI
NIM                            : 0703017
Tempat tanggal lahir   : Tasikmalaya, 14 - 10 - 1987
Agama                         : Islam
Alamat                                    : Kp. Babakan Rt 006 Rw 009 Ds. Cidugaleun
                                      Kec. Cigalontang Kab. Tasikmalaya
Program Studi             : PGTK
Jenjang                        : D2
Kelas                           :I A