HARTA DAN KEPEMILIKAN
HARTA
1.
Pendahuluan
Harta seperti
didefinisikan para ulama, adalah segala sesuatu yang dimiliki dan disenangi
manusia, dapat disimpan dan dimafaatkan di waktu perlu baik itu jenis barang
bergerak dan barang tidak bergerak (Dr.Zuhayli,al Fiqh al
Islami,4/41).Al-alamah Ibnu Khaldun menegaskan:
Hakikat yang tidak dapat dipungkuri oleh siapapun bahwa harta adalah
kebutuhan pokok bagi manusia baik untuk keperluan makan–minum,pakaian dan
tempat tinggal.
Tegasnya bahwa harta dapat memenuhi
tuntutan keperluan primer,sekunder dan komplementer.
Ibn Nujaim dalam kitabnya al-Bahr,mengidentifikasikan bahwa harta adalah
nama yang diberikan untuk selain manusia,diciptakan untuk keperluan hidup
insan,dapat disimpan dan dimanfaatkan setelah adanya ikhtiar dan usaha manusia
baik secara kolektif ataupun individu,dengan demikian jadilah ia sesuatu yang
berharga dan sah dimanfaatkan menurut hokum syariah.
2.Kriteria Harta
Ada empat kriteria harta dapat diambil
dari pendapat Ibnu Nujaim yakni:
Pertama, sesuatu itu akan dianggap sebagai harta
bila ada unsur usaha dan kerja yang dilakukan manusia terhadap sesuatu itu,baik
secara individu ataupun kolektif.(Unsur usaha dan kerja)
Kedua, sesuatu yang sudah dianggap sebagai harta
akan terus memiliki sifat tersebut selama belum ditinggalkan seluruh orang.
Jika sebagian orang telah meniggalkannya karena sudah tidak dapat dimanfaatkan,
namun sebagian orang lain masih dapat memanfaatkan, maka itu masih disebut
harta. (Unsur manfaat dan dapat disimpan)
Ketiga,sesuatu yang dianggap sebagai harta harus selalu beriringan
dengan sifat berharga karena dianggap sah dan halal oleh syariat. Jika ada
sesuatu yang dianggap sebagai harta, namun tidak mendapat rekomendasi/bertentangan
dari sisi syariah, maka benda tersebut tidak disebut harta. (Unsur Harga)
Keempat,kepemilikan harta tersebut dilindungi syariah dari segala tindak
criminal karena harta adalah dimuliakan dan dihormati. Namun kemuliaan dan
kehormatan harta tersebut sangat terkait dengan ketentuan syariah.(Dimuliakan
dan dilindungi syariah)
3.Harta dari Perspektif Maqasid Syariah
Para ulama Usul Fiqh menggariskan bahwa maqasid (objective)
syariah ada lima yaitu : memelihara maslahat
agama, jiwa, akal, keturunan(Kehormatan diri) dan harta. Harta dan maqasid harta itu ada
tiga:
Pertama,sirkulasi.Harta (diukur dengan uang) dimaksudkan untuk
selalu bersirkulasi dan berputar dalam proses produksi dan aktifitas ekonomi supaya selalu menghasilkan pengembalian (return) yang
baik. Pada hakikatnya uang hanyalah sebagai alat tukar
yang setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memilikinya. Jadi setiap tindakan menimbun harta adalah
dilarang dalam Islam, sebab akan memperlambat perputaran
uang yang pada nantinya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Menunaikan zakat adalah salah satu jalan memasukkan uang dalam sirkulasi
aktivitas ekonomi,sehingga islam akan memerangi setiap orang yang tidak mau
melakukannya.Untuk menjami sirkulasi dan distribusi uang dengan baik,maka ada beberapa cara untuk
melakukanya
a)Islam melarang menumpuk-numpuk harta
dengan tidak tidak mengeluarkan zakatnya.
b)Larangan dari praktek riba
c)Larangan judi (Maysir)
d)Larangan menimbun (Ihtikar)
e)Larangan harta menumpuk di segelintir
orang
f)Dihalalkan transaksi (muamalah)
Kedua, jelas dan bersih (transparacy). Kepemilikan harta harus jelas dan bersih dari segala masalah yang akan
mengakibatkan perselisihan pada pemiliknya. Oleh karena itu,syariah menggariskan ketentuan yang harus dipatuhi dalam
hubungan transaksi.
(i)Dokumen.Harus dilakukan suatu pencatatan untuk menjaminnya
terlaksananya transaksi dengan baik.Hal ini sesuai dengan Al Quran,surat Al
Baqarah ayat 282.
(ii)Saksi.Hal inipun juga diperintahkan dalam transaksi,untuk
berjaga-jaga dari kemungkinan terjadinya masalah dikemudian hari.Sesuai dengan
Al Quran,surat Al Baqarah ayat 282.
(iii)Jaminan.Merupakan suatu barang yang diambil dan disimpan dari
transaksi kredit untuk menghindari dari masalah terjadinya wanprestasi (ingkar
janji).Sesuai dengan AlQuran,surat Al Baqarah ayat 283.
Ketiga, Keadilan (justice).sikap adail ini juga berarti kepemilikan
harta harus adil terhadap:
a. hubungan kepada Allah SWT
b. jiwa dan dirinya sendiri
c. orang tua/keluarga
d. karyawan dan para pekerja
e. Menegakkan prinsip nasihat dan
mempertahankan kebenaran dan menegakkan supremasi hukum
Kepemilikan
Kepemilikan dalam Islam merupakan suatu
ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan syariat. Sehingga
kepemilikan harta pun dibatassi perolehan dan penggunaannya dengan syariah.
Dalam buku Bank Syariah (Antonio Syafii, 1999), pandangan Islam mengenai
harta dan kegiatan ekonomi adalah sebagai berikut:
1. Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu di muka bumi ini, termasuk harta
adalah Allah SWT. Kepemilikan manusia hanyalah relatif untuk melaksanakan
amanah mengelola dan memanfaatkannya sesuai dengan ketentuan-Nya.
2. status harta yang dimiliki manusia adalah:
a. harta sebagai amanah (titipan; as a trust)
dari Yang Menciptakan, karena hakekatnya manusia tidak dapat mengadakan harta
dari tiada.
b. Merupakan perhiasan hidup yang
memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan (Q.S. Ali Imran 14; Al-Alaq:6-7).
c. Harta sebagai ujian keimanan (Q.S.
Al-Anfal:28).
d. Harta sebagai bekal ibadah, yaitu untk
melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah diantara sesama manusia,
terutama kegiatan zakat, infaq, dan shadaqah (Q.S. At-taubah 41,60 ; ali Imran133)
3. Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (a’mal) dan mata
pencaharian (ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya. (Q.S.
Al-mulk:15 ; Al-Baqarah:267; at-taubah:105; Al-Jumu’ah:105).
Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya
yang bekerja. Barang siapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untuk
keluarganya, maka sama seperti mujahid di jalan Allah (HR Ahmad)
Mencari rizki yang halah adalah wajib
setelah kewajiban yang lain (HR Thabrani)
Jika telah melakukan shalat subuh
janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan sempat mencari rizki (HR Thabrani)
4. Dilarang mencari harta, berusaha, atau
bekerja yang dapat melupakan dari kematian (Q.S. At-Takatsur:1-2), melupakan
dzikrullah (dan tidak ingat Allah dan segala ketentuan-Nya – Q.S.
Al-Munafiqun:9), melupakan shalat dan zakat (QS An-Nur:37), dan memusatkan
kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (QS Al-Hasyir :7)
5. Dilarang menempuh usaha yang haram melalui kagiatan riba (al-Baqarah:
273-281), perjudian, berjual beli barang yang dilarang atau haram (Al-Maidah
:90-91), mencuri,merampok, penggasaban (Al-maidah 38), curang dalam takaran dan
timbangan (Al-Muthafiffin:1-6), melalui cara-cara yang bathil dan merugikan
(Al-Baqarah:188) dan melalui suap-menyuap (HR Imam Ahmad).
8 ketentuan syariat yang mengatur mengenai
kekayaan pribadi (Abdul Manan, 1970/1997) :
1. Pemanfaatan secara berkelanjutan; Islam
tidak memperbolehkan memiliki kekayaan yang tidak dipergunakan.
Hadist: orang yang menguasai tanah tak
bertuan, tak lagi berhak menguasai bila telah 3 tahun tidak menggarapnya dengan
baik.
Sehingga siapa saja yang mengerjakan tanah
tak bertuan akan lebih berhak atas tanah itu.
Negara (Islam) dapat mencabut kepemilikan
bila:
o
Pemilik
boros dan tidak produktif
o
Menggunakan
untuk cara tertentu dan mengabaikan cara lain (penanaman modal)
o
Pemusatan
kekayaan yang merugikan masyarakat
Hal ini dilakukakan negara dalam rangka
menjaga keseimbangan dan kepentingan perekonomian.
2. pembayaran zakat; hal ini dilakukan untuk
mengurangi (dan mengusahakan peniadaan) kesejangan antara si kaya dan si miskin
3. infaq; pemanfaatan yang berfaedah di jalan Allah
4. tidak merugikan orang lain.
5. kepemilikan dilakukan secara sah (baik
mendapat atau menyalurkannya)
6. penggunaan yang berimbang (tidak boros dan
tidak kikir)
7. pemanfaatan sesuai hak dan peruntukannya.
8. pemanfaatan untuk kepentingan kehidupan
(termasuk dengan hukum waris)