TEORI PERMINTAAN KONSUMEN
PENDEKATAN UTILITY
TEORI PERILAKU KONSUMEN
Menerangkan
perilaku pembeli dalam menggunakan dan membelanjakan pendapatan yang
diperolehnya, yaitu :
·
Alasan para pembeli / konsumen untuk membeli
lebih banyak barang pada harga yang lebih rendah akan mengurangi pembelian pada
harga yang tinggi.
·
Bagaimana seseorang konsumen menentukan jumlah
dan komposisi dari barang yang akan dibeli dari pendapatan yang diperolehnya.
Nilai guna (utility) adalah kepuasan atau kenikmatan
yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsi barang-barang. Jika kepuasan itu
makin tinggi, maka makin tinggi pula nilai gunanya (utility-nya).
PENDEKATAN TEORI PERILAKU KONSUMEN :
·
Pendekatan Nilai Guna (Utility) Kardinal,
dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat
dinyatakan secara kuantitatif.
·
Pendekatan Nilai Guna (Utility) Ordinal,
manfaat atau kenikmatan yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsi
barang-barang tidak dikuantifikasi.
TEORI NILAI GUNA
Kepuasan atau
kenikmatan yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsi barang semakin tinggi,
maka makin tinggi pula nilai gunanya (utility-nya). Terbagi atas :
·
Nilai Guna Total (Total Utility/TU) : jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari
mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu.
·
Nilai Guna Marginal (marginal Utility/MU) : pertambahan/pengurangan kepuasan sebagai
akibat dari penambahan/pengurangan penggunaan suatu unit barang tertentu.
Hipotesis
utama teori nilai guna : hukum nilai guna marginal yang semakn menurun,
menyatakan bahwa tambahan nilai guna yang akan diperoleh seseorang dari
mengkonsumsikan suatu barang akan menjadi lebih sedikit apabila orang tersebut
terus menambah konsumsinya atas barang tersebut.
MEMAKSIMALKAN NILAI GUNA (UTILITY)
Dalam keadaan dimana harga-harga berbagai macam barang
adalah berbeda, syarat yang harus dipenuhi untuk memberikan nilai guna yang
maksimum adalah : setiap rumah yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan
berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna marginal yang sama besarnya.
Hipotesis
:
·
Seseorang akan memaksimumkan nilai guna dari
barang-barang yang dikonsumsinya apabila perbandingan nilai guna marginal
berbagai barang tersebut adalah sama dengan perbandingan harga-harga barang
tersebut.
·
Seseorang akan memaksimumkan nilai guna dari
barang-barang yang dikonsumsinya apabila nilai guna marginal untuk setiap
rupiah yang dikeluarkan adalah sama untuk setiap barang yang dikonsumsikan.
SURPLUS KONSUMEN
Surplus konsumen, yaitu kelebihan atau perbedaan
antara kepuasan total atau total utility
(yang dinilai dengan uang) yang dinikmati konsumen dari mengkonsumsikan
sejumlah barang tertentu dengan pengorbanan totalnya (yang dinilai dengan uang)
untuk memperoleh atau mengkonsumsikan jumlah barang tersebut.
Secara grafis
sbb:
Kesediaan Membayar (willingness to pay)
Kesediaan
Membayar adalah jumlah maksimum yang
mau dibayar oleh konsumen untuk memperoleh suatu barang. Sedangkan surplus
konsumen (consumer surplus)
adalah selisih antara kesediaan konsumen membayar dengan nilai yang
sesungguhnya ia bayarkan.
Sebagai contoh, umpamakan saja anda memiliki
album rekaman pertama Elvis Presley yang sekarang sudah amat langka. Karena anda
bukan penggemar berat Elvis, maka anda berniat menjualnya. Untuk memperoleh
harga tertinggi, maka ia mengadakan lelang.
Ada empat orang
penggemar Elvis, mereka adalah John, Paul, Ringo dan George. Mereka mau membeli namun dengan dibatasi oleh
jumlah maksimum yang mau mereka bayarkan untuk membelinya. Tabel 1
memperlihatkan harga maksimum yang mau mereka bayarkan. Batas maksimal yang mau
dibayarkan oleh masing-masing pembeli itulah yang disebut dengan Kesediaan Membayar.
Tabel. 5.1. Empat Kesediaan Membayar dari Para Calon Pembeli
Calon Pembeli
|
Kesediaan Membayar ($)
|
John
Paul
George
Ringo
|
100
80
70
50
|
Setelah
dilakukan tawar menawar, maka album tersebut terjual pada John yang mau membayar $100,
namun kenyataannya ia hanya membayar $80 karena penawar yang lain tidak mau
membayar lebih dari $80. John memperoleh keuntungan ekstra sebesar $20, dan
keuntungan inilah yang disebut sebagai surplus konsumen. Sedangkan tiga penawar
yang lain tidak mendapat surplus konsumen karena mereka tidak mendapatkan album
dan juga tidak membayar apa-apa.
Apa yang Diukur oleh Surplus
Konsumen?
Tujuan
mempelajari konsep surplus konsumen ini adalah untuk membuat penilaian normatif
tentang diinginkan atau tidaknya hasil yang dibuahkan oleh mekanisme pasar.
Surplus konsumen pada dasarnya mengukur manfaat atau keuntungan yang diterima
pembeli dari suatu barang, berdasarkan penilaian konsumen itu sendiri. Kunci
untuk tetap menyadari pentingnya surplus konsumen adalah dengan menghormati
preferensi (pilihan atau kecenderungan perilaku) pembeli. Namun disebagian
besar pasar kita dapat menyimpulkan dengan aman bahwa surplus konsumen
merupakan cerminan kesejahteraan ekonomis para konsumen. Para konsumen biasanya
mengasumsikan bahwa para pembeli adalah para pembuat keputusan yang rasional
sehingga preferensi mereka harus dihormati.
SURPLUS PRODUSEN
Misalnya, ketika
anda ingin mengecat rumah anda, maka anda akan mencari tukang cat, anda
mendapati empat tukang yang bersedia yakni Mary, Louise, Georgia, dan Paman
anda sendiri. Agar mendapat harga termurah, maka anda mengadakan lelang.
Pada prinsipnya,
keempat tukang cat itu mau menjual jasanya asalkan harga yang mereka terima
lebih besar daripada biaya pengecatan. Di sini istilah Biaya (cost) adalah nilai segala sesuatu yang
harus dikorbankan penjual dalam memproduksi suatu barang. Di dalamnya harus
tercakup semua pengeluaran (untuk membeli cat, kuas, sewa tangga, dll), serta
nilai waktu yang mereka habiskan untuk mengecat rumah anda. Tabel 5.2 menunjukkan biaya yang mereka
ambil.
Tabel 5.2.
Empat Kesediaan Menjual dari Para Calon Penjual
Calon Penjual
Jasa
|
Kesediaan
Menjual ($)
|
Mary
Louise
Georgia
Paman Anda
|
900
800
600
500
|
Lelang dimulai, karena keempat tukang cat itu
sama-sama menginginkan pekerjaan, mereka bersaing menurunkan harga hingga batas
minimal, yakni mendekati atau sama dengan kesediaan menjualnya. Begitu Paman
anda menawarkan ongkos hanya sebesar $600 atau sedikit lebih rendah, maka ia
pun langsung mengungguli tiga tukang cat lainnya karena ia sendiri yang mau
mengecat rumah anda dengan ongkos di bawah $600.
Keuntungan yang
diterima paman anda adalah, selain bisnisnya berjalan lancar, si paman mendapat
keuntungan tambahan dengan menerima bayaran sedikit dibawah $600, karena ia
mampu mengerjakannya dengan ongkos $500. dalam kasus ini paman anda dikatakan
memperoleh surplus produsen, yaitu jumlah pembayaran yang diterima penjual
dikurangi biaya yang dipikulnya.
EFISIENSI PASAR
Surplus konsumen
dan surplus produsen adalah perangkat dasar yang digunakan para ekonom untuk
mengukur kesejahteraan ekonomis para penjual dan pembeli di sebuah pasar.
Pengatur Ekonomi yang Bijak
Untuk
mengevaluasi hasil-hasil pasar, kita umpamakan seorang pejabat pemerintah yang
serba bisa. Ia adalah seorang diktaktor yang serba tahu, sangat berkuasa, dan
juga memiliki niat baik dalam mengatur perekonomian. Ia ingin memaksimalkan
kesejahteraan ekonomi bagi segenap warga masyarakatnya. Apakah ia akan
membiarkan para penjual dan pembeli berusaha sendiri mencapai kondisi
ekuilibrium secara alamiah? Atau, haruskah ia melakukan sesuatu untuk mempengaruhi
pasar?
Jawabannya, si
pejabat pertama-tama harus mengetahui cara pengukuran kesejahteraan ekonomis
bagi masyarakatnya. Salah satu caranya adalah dengan menghitung surplus
produsen dan surplus konsumen yang disebut dengan surplus total (total surplus). Jika kita
rumuskan, maka total surplus adalah sebagai berikut :
Total surplus = surplus konsumen + surplus produsen
=
(nilai barang bagi pembeli – jumlah yang dibayar pembeli) +
(jumlah yang diterima penjual – biaya
produksi yang
dikeluarkan)
Jumlah yang
dibayarkan pembeli sesungguhnya sama dengan jumlah yang diterima penjual,
sehingga rumus total surplus dapat
disederhanakan menjadi :
Total surplus = nilai barang bagi pembeli – biaya produksi
Jika suatu
alokasi sumber daya dapat memaksimalkan surplus total, maka alokasi itu
dikatakan mempunyai efisiensi (efficiency).
Selain efisiensi, pejabat pemerintah yang berkuasa itu juga harus memperhatikan
kesemarataan (equality), yakni aspek
keadilan atau pemerataan distribusi kesejahteraan diantara segenap pembeli dan
penjual.
Ada beberapa
pokok yang dibuahkan oleh mekanisme pasar bebas, sebagai berikut :
1.
Pasar bebas mengalokasikan penawaran barang kepada
pembeli yang memberikan penilaian tertinggi atas barang itu, yang dapat diukur
berdasarkan kesediaan membelinya.
2.
Pasar bebas mengalokasikan permintaan atas suatu
barang kepada para penjual yang mampu memproduksinya dengan biaya yang paling
rendah.
3.
Pasar bebas memproduksi suatu barang dalam kuantitas
tertentu yang dapat memaksimalkan seluruh surplus produsen dan surplus
konsumen.
Dengan tiga
kesimpulan tentang hasil-hasil pasar di atas, maka jelaslah bagi kita bahwa
ekuilibrium pasar memaksimalkan seluruh surplus produsen dan surplus konsumen.
Dengan kata lain, kondisi ekuilibrium itu identik denga alokasi sumber daya
yang efisien. Karenanya, tugas si pejabat tadi sebenarnya sangat mudah, ia
cukup membiarkan pasar bekerja sebagaimana adanya, dan ia tidak perlu berbuat
apa-apa lagi.
Kesimpulan : Efisiensi Pasar dan Kegagalan Pasar
Pertama-tama
kita berpegang bahwa pasar bebas itu bersifat kompetitif sempurna. Padahal
dalam kenyataan sehari-hari, kompetisi/persaingan yang berlangsung di pasar
sering jauh sekali dari sempurna. Kemampuan suatu pihak dalam menentukan harga
secara sepihak inilah yang disebut sebagai kuasa pasar (market power). Keberadaan kuasa pasar mengakibatkan sebuah pasar
menjadi tidak efisien karena hal itu menjauhkan harga dan kuantitas ideal dari
ekuilibrium penawaran dan permintaan.
Asumsi kedua
yang kita gunakan sebagai dasar analisis kita adalah bahwa hasil-hasil pasar
hanya berkaitan denga kepentingan pembeli dan penjual. Padahal dalam
kenyataannya, keputusan-keputusan para pembeli dan penjual tidak hanya
mempengaruhi mereka saja, namun juga mempengaruhi orang-orang yang sama sekali
tidak terlibat dalam interaksi pasar, contohnya adalah polusi. Dampak sampingan
ini disebut sebagai “eksternalitas” (externality).
Keberadaan kuasa
pasar dan eksternalitas merupakan dua bentuk menonjol dari apa yang disebut
sebagai “kegagalan pasar” (market failure),
yakni ketidak mampuan sebagian pasar bebas sehingga tidak dapat mengalokasikan
sumber-sumber daya secara efisien.
Aplikasi : Biaya Perpajakan
Sepintas lalu,
dampak pengenaan pajak terhadap kesejahteraan pihak yang dikenai pajak sudah
nampak jelas. Begitu pajak diberlakukan, maka kesejahteraan para penjual dan
pembeli mengalami penurunan. Pajak memperbesar harga yang harus dibayar
pembeli, sekaligus menurunkan pendapatan yang seharusnya diterima oleh para
penjual.
Namun untuk
memahami sepenuhnya dampak-dampak yang ditimbulkan oleh pengenaan pajak
terhadap kesejahteraan ekonomi para pelaku pasar, kita harus membandingkan
besarnya penurunan kesejahteraan penjual dan pembeli itu dengan jumlah yang
diterima pemerintah.
Beban Baku Perpajakan
Jika pajak dibebankan terhadap para pembeli,
kurva permintaan akan bergeser kebawah sebesar pajak tersebut. Sedangkan jika
pajak itu dibebankan pada para penjual, maka hal tersebut akan menggeser kurva
penawaran ke atas sebesar pajak itu. Dalam kedua kasus ini, pengenaan pajak itu
sama-sama menaikkan harga yang harus dibayar pembeli, sedangkan pendapatan yang
diterima produsen dari penjualan produknya menjadi berkurang. Artinya,
pengenaan pajak itu selalu akan mengurangi surplus total bagi pembeli dan
penjual. Itulah yang disebut dengan “beban baku” (deadweight loss) pajak. Akibat dari adanya beban pajak ini,
kuantitas barang yang terjual akan turun, lebih rendah daripada tingkatannya
seandainya beban pajak itu tidak ada. Dalam kalimat lain, pemberlakuan pajak
terhadap suatu jenis barang akan mengakibatkan pasar barang tersebut menyusut.
Namun dengan pajak inilah pemerintah membiayai berbagai program dan jasa pelayanan
umum, mengadakan polisi untuk keamanan, pendidikan, dan menyediakan bantuan
langsung kepada masyarakat miskin.
Kesejahteraan Sebelum Pengenaan Pajak
Untuk melihat sejauh mana dampak-dampak
pengenaan pajak terhadap kesejahteraan ekonomi, terlebih dahulu kita harus
mengetahui situasi kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan sebelum
pemerintahannya memberlakukan pajak. Perhatikan tabel berikut, yang menunjukkan
diagram penawaran dan permintaan.
Tabel 5.3. Pengenaan Pajak Mempengaruhi Kesejahteraan
Para Penjual dan Pembeli.
|
Sebelum Pajak
|
Sesudah Pajak
|
Perubahan
|
Surplus konsumen
Surplus produsen
Pendapatan pajak
Surplus total
|
A + B + C
D + E + F
Tidak ada
A + B + C + D + E + F
|
A
F
B + D
A + B + D + F
|
- (B + C)
- (D + E)
+ (B + D)
- (C + E)
|
Kurva permintaan mencerminkan kesediaan
membayar para pembeli, maka surplus konsumennya adalah bidang yang terletak
diantara kurva permintaan dan garis harga atau A + B + C. Demikian pula, karena
kurva penawaran mencerminkan biaya produksi yang harus ditanggung penjual, maka
surplus produsennya adalah bidang yang terletak diantara kurva penawaran dan
garis harga, atau D + E + F. Karena pajak belum dipungut, maka pendapatan
pajaknya sama dengan nol. Surplus total adalah penjumlahan dari surplus
produsen dan surplus konsumen, atau A + B + C + D + E + F.
Kesejahteraan Setelah Pengenaan Pajak
Setelah pemerintah mengenakan pajak, harga
yang harus dibayar menjadi meningkat, sehingga surplus konsumen menyusut
menjadi hanya A. Sedangkan harga atau pendapatan yang diterima penjual juga
berkurang menjadi hanya F. Sehingga terciptalah pendapatan pajak bagi
pemerintah sebesar B + D. Untuk mengetahui surplus total setelah pajak
diterapkan, maka hasilnya : A + B + D + F.
Perubahan Kesejahteraan
Kini kita dapat melihat dampak pengenaan
pajak dengan membandingkan kondisi kesejahteraan sebelum dan sesudah pajak.
Pajak mengakibatkan surplus konsumen turun senilai B + D, dan penyusutan
surplus produsen sebesar D + E. Pendapatan pajak yang semula tidak ada tercipta
sebesar B + D. Jelaslah bahwa pajak mengakibatkan kerugian bagi penjual dan
pembeli, dan di sisi lain memberikan keuntungan bagi pemerintah.
Beban Baku Pajak dan Keuntungan Perdagangan
Untuk memperoleh
gambaran tambahan mengapa pajak menimbulkan beban baku, simaklah contoh berikut
ini. Joe bekerja sebagai pembersih rumah Jane dengan upah $100 per minggu.
Biaya oportunitas atas waktu Joe adalah $80. Sedangkan nilai kebersihan rumah
bagi Jane adalah $120. Dengan demikian, Jane dan Joe sama-sama memperoleh
keuntungan $20, sedangkan surplus totalnya adalah $40.
Kemudian
andaikan pemerintah menerapkan pajak sebesar $50 per minggu kepada para
pembersih rumah. Upah maksimal yang mau dibayarkan Jane adalah $120, dan Joe
sulit menerima upah itu karena setelah dipotong pajak ia hanya akan memperoleh
$70, yang lebih rendah dari biaya oportunitasnya. Demikian pula sebaliknya,
upah minimum yang diinginkan Joe adalah $130 (biaya oportunitas plus pajak),
dan Jane tidak akan mau membayarnya karena melampaui nilai yang diberikannya untuk
kebersihan rumahnya yang hanya $120. Kesepakatan pun takkan tercapai sehingga
Joe kini harus menganggur sedangkan Jane harus rela hidup di rumah yang
berantakan.
Pengenaan pajak itu mengakibatkan Joe dan
Jane dirugikan $40 yang seharusnya
menjadi surplus total mereka. Sedangkan di pihak lain pemrintah tidak
memperoleh pendapatan apa-apa karena kesepakatan antara Joe dan Jane tidak
terjadi. $40 itulah yang merupakan beban baku yang ditimbulkan oleh pajak, yang
merugikan penjual dan pembeli di pasar. Dari analisis ini kita dapat menarik
satu kesimpulan lagi mengenai pajak sebagai sumber beban baku : pajak
mengakibatkan beban baku
karena menghalangi penjual dan pembeli meraih keuntungan perdagangan.
Pajak menimbulkan beban baku karena pajak
mendorong perubahan perilaku para penjual dan pembeli sedemikian rupa hingga
mengganggu efisiensi pasar. Penerapan pajak mengakibatkan kenaikan harga yang
harus dibayar pembeli, sehingga mereka pun mengurangi konsumsi atau
pembeliannya. Pajak itu sekaligus menurunkan pendapatan yang seharusnya
diterima penjual, sehingga mereka mengurangi produksinya.
Beban Baku dan Pendapatan Pajak pada Berbagai Tingkat/Tarif Pajak
Tarif pajak dimana pun biasanya sering
berubah-ubah. Para pembuat kebijakan di tingkat lokal, provinsi, negara bagian
hingga tingkat federal atau nasional, seringkali tergoda untuk menaikkan atau
menurunkan tarif pajak demi memacu perekonomian sekaligus memperbesar
pendapatan pemerintah.
Pendapatan
pajak (tax revenue) yang diterima pemerintah adalah hasil perkalian antara
tarif pajak dengan jumlah penjualan. Jika tarif pajak masih saja dinaikkan,
maka tidak akan ada pendapatan baru dari pajak, bahkan pendapatan yang ada akan
turun, karena masyarakat akan terus menekan/mengurangi pembelian atau
penjualannya.